Menunggu Batas Waktu

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam), Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 24 September 2016

Aku adalah gadis yang tenggelam bersama waktu, berkenalan dengan rindu, bergandengan dengan asa, bersahabat dengan sepi dan bercumbu dengan rasa sayang dalam angan.
Akulah gadis yang selalu bercerita kepada udara kehidupan, angin yang membawa terbang semua mimpi, berharap semua rasa tertiupkan dan menyentuh hatinya, hingga dia sadar di sini aku telah lama mengaguminya.

Muhamad Nabhan Rasyiqul nama yang mampu terus melekat di ingatanku, tapi seiring dengan waktu dan semakin aku mengingatnya seolah nama itu terukir indah di hatiku. Aku tak pernah tahu dari kapan aku mulai mengukir namanya. Aku hanya tahu nama itu aku kenal pada agustus 2012. Agustus yang mulai merubahku menjadi detektif untuk kasus Muhamad Nabhan Rasyiqul. Kasus? Ya, karena aku harus menyelidiki semua hal tentangnya.

Tahun 2013
Aku tahun dia resmi menyandang gelar santri Al-Hikmah Darulsa’adah dan di tahun itu juga dia mulai mencintai seorang wanita yang sama-sama bergelar santri Al-Hikmah. Bikrum Syafira namanya, yang terpaut satu tahun lebih muda darinya.

Agustus 2015
Diwaktu luang aku membuka akun facebookku, terdapat rentetan pemberitahuan, tapi dari sekian banyak pemberitahuan mataku langsung tertuju pada “Muhamad Nabhan Rasyiqul menerima permintaan pertemanan anda” hingga langsung saja membuat garis senyum di wajahku.

Tak berapa lama ada sebuah pesan yang bertuliskan “kum” yang berasal dari akun Muhamad Nabhan Rasyiqul. Satu kata yang tak lengkap itu mampu membuat hatiku tertawa bahagia dan membuat tanganku bersemangat untuk membalasnya.
“wa’alaikumsalam, maaf siapa?” balasku seolah ku tak tahu.

Awalnya memang hanya sebuah perkenalan biasa. Tapi seiring waktu dia mulai menganggapku sebagai temannya, hingga dia tak malu untuk bercerita tentang cerita cintanya bersama sang mantan Bikrum syafira yang berakhir dengan diselingkuhi.

Gelar santrilah yang selalu membatasi segalanya, termasuk komunikasi bersamanya, karena ponpesnya punya aturan larangan membawa handphone, hingga dia bisa menghilang tanpa kabar berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Tapi aku sanggup menunggunya dan menyambutnya kembali saat dia mulai mengawali komunikasi.

Desember 2015
Dia mulai merasakan kenyamanan bersamaku, aku rasa bukan hanya dia tapi aku juga. Dan mungkin akulah yang benar-benar punya perasaan terhadapnya. Aku? Iya, aku yang sudah berharap dari beberapa tahun yang lalu, aku yang terlebih dahulu tahu tentangnya, sebelum dia tahu hal apapun tentangku.

“kum, Aqra.” Isi pesannya, yang mulai mengawali komunikasi, setelah sekian lama menghilang
“wa’alaikumsalam.” Balasku
“Ra, sebenarnya kamu udah punya pacar belum?” tanyanya seolah serius
“belum” jawabku jujur
“kasihan” ledeknya
“biasa aja” balasku seadanya
“kamu mah gitu orangnya” balasnya tidak seirus
“ya da aku mah gini oranganya” jawabku sama-sama canda
“gak, ada yang perhatian tau.” Katanya, seolah curhat
“masih banyak sahabat” balasku
“itu kan beda” sangkalnya
“sama aja” jawabku menyangkalnya juga
“terserahlah, ngomong-ngomong lagi apa?” pesannya mengalihkan peembicaraan
“duduk aja” balasku mulai malas
“sama dong, jodoh kali.” Katanya
“bisa jadi” jawabku secepatnya dan tak serius
“jangan gitu ah, nanti pacarmu marah” jawabnya membuatku geram
“iya, pacar bayangan” kataku
“cie cie” balasnya cukup menyebalkan
“apaan sih” ketikku semakin malas saja
“bener? Ada lowongan dong?” pesannya
“apa? Pekerjaan? Gak ada” jawabku seolah tak paham
“bukan pekerjaan” balasnya
“ehk udah malam, besok harus sekolah” kataku mengakhiri keseriusan ini. Bukan tak ingin tapi aku masih harus berpikir
“iya, selamat malam. Kalo ada aku tunggu” pesan terakhirnya untuk hari ini.

Semua itu semakin membesarkan asa di hati ini, bunga cinta seolah disiram dan mekar, juga seolah ada sinyal positif bahwa rasaku tak bertepuk sebelah tangan, hingga mampu membuatku terbang ke awan.

ADVERTISEMENT

Satu bulan ku menunggu dan menjalani hari-hariku dengan penuh semangat, hingga akhirnya dia kembali datang dengan sebuah kabar yang baik, namun sayang tak sebaik ingatannya. Dia seolah melupakan perkataannya satu bulan yang lalu, bahkan dia tak sedikitpun membahasnya. Aku terus berpikir positif bahwa dia tak melupakannya, hanya saja dia masih sibuk dengan pikiran tugas ponpesnya. Mungkin dia butuh ketenangan.

Beribu kali aku terus berpikir positif, namun pemikiran itu terkalahkan oleh sebuah kenyataan yang logis.
Ketenangan? Berapa lama? Dan sampai sekarang kau sudah berapa kali datang dan pergi? Sudah berapa bulan dari desember ke april? Tak pernah sedikitpun kau bahas lagi.

Bunga cinta di hati ini yang dengan mudah mekar kini layu dan sirna, sinyal positif itu sekarang hilang, dan sayap yang sudah mengepak indah kini patah.
Logika terus berkata untuk menjauhinya, lupakan dia yang telah memberi rasa pilu dengan menggores sayat luka. Tapi hati ini tak sependapat, hati ini masih mampu untuk menunggunya, mengaguminya dan mendoakannya.
Semua rasa ini datang diantarkan oleh waktu, maka kini aku hanya mampu menunggu batas waktu, di mana hati ini telah lelah dan menyerah atau dia menyadari segalanya.

Cerpen Karangan: Rena Siti Nurfalah
Facebook: Rena Nur Eka Shafar
saya bersekolah di SMPN 1 TOMO Sumedang.
cerpen ini dari kisah saya yang di hiasi imaji.

Cerpen Menunggu Batas Waktu merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Melewatinya

Oleh:
Hai.. namaku Bunga, aku masih sekolah di kelas 9 SMP. sekolahnya tidak begitu jauh dari rumah, meskipun tetap harus dengan angkutan umum menuju kesana. Aku adalah anak tunggal dari

Pilar Kebahagiaan

Oleh:
Pagi itu hawa dingin serasa menyayat kalbu. Jalan setapak yang biasanya dilalui oleh Ila untuk pergi ke sekolah tampak begitu sepi. Karena kabut yang sangat tebal membuat para pengguna

Hello To Myself

Oleh:
Quqila Mataku menatap sesosok pria yang sedang asyik memainkan piano, sambil sesekali aku menuangkan pemandangan indah itu pada secarik kertas yang kugenggam. Pria itu adalah Kevin. Ya, aku menyukainya

Dibalik Huruf N

Oleh:
Hujan turun dengan ria, menari bersama satu dengan yang lainnya. Mengingatkanku tentang masa ketika ku di smp, mengingatkanku tentang dia. Dia lah alasanku untuk tetap tegar. Dulu kami deket

Aku Menyesal Sahabat

Oleh:
“NARAAAAAA!!” teriak seorang cewek memanggilku. “Apa sih?..” jawabku santai “Heh elo ya main kabur aja tu kerjain dulu sono!” “Kerjain apaan?” “PIKET ONCOM!!” “OH IYA YAUDAH SAMA LO AJA

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

4 responses to “Menunggu Batas Waktu”

  1. moli says:

    Mantap ,, suka deh bacanya

  2. yani says:

    Suka ceritanya bagus banget

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *