Cukup Kamu Jujur

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Romantis
Lolos moderasi pada: 16 October 2016

Usai bermain fun game di kawasan bermain mall, aku dan fitri melangkah ke luar dari kawasan itu dan menjelajah gerai makanan yang berderet di sepanjang lantai dua. Dengan bergandeng tangan, fitri menarikku ke salah satu gerai makanan yang ia tuju.

Aku duduk menunggu, sementa fitri mengantri untuk memesan. Dalam diam, sosok fitri di mata ini sangat kukagumkan. Sifatnya yang ramah serta pengertian, meski terkadang, ia termasuk cewek yang bawel. Rambutnya yang panjang indah tergerai, selalu pandai ia berpenampilan membuatku meresa berjumpa manusia sempurna.

Selesai mengantri ia duduk di hadapanku sambil membawa dua bongkah nasi, ayam goreng krenyes serta semangkuk sambal. Sambil tersenyum ia berkata “yuk makan”. Setelah berdoa dalam hati aku dan fitri melahap hidangan yang ada hingga selesai.

Hanya saja aku terheran, fitri tersendak kala ia meneguk minuman berkola melalaui sedeton sambil memeriksa smartphone. Tergambar mimik kaget yang tak biasa, kini ia terbatuk karena ulahnya.

“Kamu gak kenapa-kenapa fit?” Tanyaku
“Mhh..” ia menatapku, dan hanya mendehem, kepalanya menggeleng seakan berucap aku gak apa-apa.

Sebenarnya aku tak puas dengan caranya menjawab, tapi aku berusaha santai, sesantai suasana gerai ini, gerai yang penuh dengan penikmat kuliner.

Kembali seseorang di hadapanku menatap tajam, tatapan itu bukan ke arahku. Melainkan pada Smartphone yang selalu berisik, karena tuts keyboard yang ia sentuh ketika membalas pesan, menjadi nada yang bisa kunikmati selain suara obrolan di meja lain.

Fitri seakan larut dengan dunianya, tapi mengapa tatapannya menggambarkan kecemasan?. Apa yang ia lihat di layar kecil 7 inci itu?.

“wil, kita pulang yuk” pinta fitri
“pulang? Kamu bilang malas di rumah sendirian” jawabku
“mama udah pulang dari rumah saudaranya”
“hah? Kata kamu mama kamu pulangnya besok”
“mhh.. ma-mama..” ucapannya terhenti sesaat “.. mama ngebatalin”
“kenapa?”
“gak tau”

Aku tau ada yang tak beres dengannya. Ibarat pepatah ada udang di balik batu. Ada sesuatu yang sedang fitri tutupi dariku. Sebisa mungkin aku menahan geram, walaupun ingin sekali aku memukul meja gerai makanan ini. Tapi itu memalukan bagiku, pastinya banyak pasang mata yang akan melirik.

ADVERTISEMENT

Kami turun menuju pintu keluar mall, menuju parkiran. Sepeda motor kunyalakan, ia segera naik. Dan selama itu ia hanya sibuk dengan jemari serta smartphone yang sampai detik ini tidak kuketahui apa isi di dalamnya.

Di tengah perjalanan, kebetulan aku hendak memutar arah. Otomatis aku harus melihat spion. Tapi selain jalanan, tampak pula fitri lagi-lagi masih tak lepas dari benda yang sekarang kubenci. Tepat di bawah pohon rindang motor kuberhentikan, sesudah memutar arah.

“Kok berhenti wil?” tanyanya.

Aku tak jawabnya, kulepas helm dan segera merampas benda kecil menyebalkan itu dari halusnya lima jari fitri. Sontak ia kaget lalu berusaha sebisa mungkin merebutnya dari genggamanku.

“apa-apaan kamu wil, itu hp aku” ia mencercaku di tepi jalan yang tentunya menarik perhatian orang “kembalikan!” fitri membentakku.
“dari tadi aku perhatiin kamu megang ini terus” ucapku sambil menunjukan barang yang membuatku muak
“aku cuma smsan” ucapnya singkat
“masa bodo, kamu mau ngapain. Sekarang kamu jujur ada apa dengan isi di hp ini”
“gak ada apa-apa wil” ia masih berkeras hati
“fitri!!!” aku membentaknya “aku gak bakalan baca isi pesan ini, cukup kamu jujur!”

Kulihat ia mulai meneteskan air mata, wajahnya semakin menggambarkan kepanikan. Raut muka fitri seakan memelas iba agar aku mengembalikan hp layar sentuh yang sedang berada dalam pelukan tangan.

Sebenarnya aku merasa kasihan melihat tingkah fitri begitu sporadis merebut barang miliknya ini. Seketika tengggorokanku terasa seperti tertusuk. Ya seperti ada yang mengganjal. Jauh di lubuk hati, aku hanya ingin ia jujur.

“fitri, aku hanya minta kamu jujur” ucapku melembut “aku gak bakalan baca isi pesan kamu. salahkah caraku ini fit?” lalu membujuknya agar berkata apa adanya.

Ia tak bersuara, aku menyerah mungkin caraku salah. Kuserahkan handphone ini padanya. Fitri menyeka air matanya sesaat hp berada di tanganku telah berpindah tangan. Kutunggangi lagi motor yang kustandarkan tadi, dan menyalakan mesin dengan starter.

“wil” fitri memanggilku, aku menoleh saja.
“ya?” ucapku
“maafin aku, sebenarnya aku chat sama pacar mantanku”
“oh!”
“mantanku koma, ia minum racun serangga” aku terkejut mendengarnya. “dia manggil namaku wil” kembali aku mendengar isak tangis fitri.
“ya sudah kamu naik! Dimana mantan kamu dirawat fit, biar aku antar kesana?”
“wil tolong percaya kali ini saja. aku bisa sendiri kesana”
“aku percaya. sampai di rumah sakit aku langsung balik” Gadis itu pun naik, dengan air mata masih ia seka.

Si roda dua bergerak di atas aspal jalanan mengikuti rute menuju rumah sakit yang telah fitri tunjukan. Debu jalanan kian berterbangan, mentari memayungi bumi dengan sinarnya.
Perempatan lampu lalu lintas sesak dengan kendaraan dan ketidak sabaran pengemudi. Namun fitri hanya diam sembari memelukku erat. Kurasa ia terlelap, matanya terpejam. Itu yang kulihat dari kaca spion.

Tidak berapa lama, aku dan fitri telah tiba di muka rumah sakit.

“fit, bangun. Kita udah sampai” aku menepuk lengan yang memelukku
“mhh.. sorry aku ketiduran wil” ucapnya
“ya udah jumpai mantan kamu sekarang”
“temani aku wil” ia memegang tanganku sembari memberi wajah penuh harap.

Fitri menarikku menuju lift, dan dia masih menggengam erat jemariku. Ada hal lain dari genggamannya. Meski sering kami lakukan, tapi entah mengapa ini serasa spesial. ia tak ingin melepasnya, seakan-akan ia tak mau kehilanganku.

Di lorong rumah sakit, fitri berjumpa dengan pacar mantannya. lalu kami bertiga menuju kamar perawatan. Tetap tak ada perpisahan antara jariku dan jemari fitri.

Infus yang terpasang di hidung pasien yang terlelap di hadapan kami, menandakan manusia yang terkapar ini membutuhkan oksigen. Yang membuatku tak habis pikir adalah kenapa dia tega dengan badannya sendiri. Dan bukannya dia telah memiliki pengganti. Sekuat apakah cintanya pada fitri? Hingga nama pacar sendiri tak terlisankan di bibirnya.

Sekuat apa pula cinta pacarnya yang rela menahan cemburu hanya untuk menyadarkan sang pujaan hatinya. Akh.. dunia ini sungguh gila, drama cinta seperti sinetron telah lahir di hadapanku.

Aku memutuskan untuk ke luar dari kamar inap, memberi waktu fitri dengan masa lalunya. Berharap sang mantan fitri segera sadar dan mengakhiri semua ini.
Malam sudah datang, terang berpamitan dengan gelap di ujung senja. Lorong rumah sakit yang penuh dengan penjenguk, berangsur sepi dan sunyi.

Kulihat pintu terbuka, fitri ke luar. Ia menatapku sambil tersenyum lalu mendekat.

“dia sudah siuman” ucapnya sambil menyatukan jariku dengan lima jari kanannya. “ayo masuk wil” ucap fitri sambil menarik raga yang terduduk ini
“Syukurlah” aku mengiyakan lagi permintaan fitri, dia sunguh bisa menghipnotisku untuk mematuhi pintanya.

Di dalam, sang mantan sudah dapat tersenyum. Bahkan dia menggenggam tangan pacarnya. Ia menatapku heran, mungkin asing baginya kehadiranku. Fitri mulai menyapanya dengan penuh canda. Sang mantan tertawa sebisanya.

“oiya ini wildan, pacarku” ucap gadis yang masih menggengam tanganku
“wildan” ucapku seraya menjulurkan tangan
“fabian” ucapnya menggapai tanganku
“mhh.. ian, aku balik dulu ya” fitri berujar “udah malam, besok kita kesini lagi ya”
“makasih udah mau jenguk fit, thanks wil jaga fitri baik-baik” mantan fitri kepadaku.
“ok! Fitri akan kujaga dengan baik” jawabku sembari memberi dua jempol padanya.

Usai pamit, kami memutuskan segera pulang. Langsung memuju rumah fitri. Ia nampak kecapekan. Aku genggam erat pelukan yang mengitari punggung. Angin malam membelai badannya sehingga ia terlelap lagi di pundakku.

Fitri masih belum terjaga. Saat si roda dua berhenti tepat di depan rumahnya. Tak tega rasanya membangunkan fitri yang pulas di pundakku tadi. Kubopong saja raga gadis yang selalu kupuja itu. Hingga penghuni rumah heran melihat kelakuanku. Fitri kuselimuti, agar nyamuk tak datang menghampiri. Saat akan melangkah pergi, ia menggenggam lenganku.

“wil kamu jangan kaya fabian ya. Love you so much beibh” ucap fitri, kurasa ia bermimpi.

Usai berpamitan setelah menjawab dengan jujur apa saja yang telah seharian terjadi. Raut heran sang penghuni rumah telah berganti dengan senyuman.
Mesin motor kunyalakan kembali dan meninggalkan rumah berserta hari berat fitri yang baru saja berakhir.

Cerpen Karangan: Yonanda Darmawilya
Facebook: Nand Darmawilya

Cerpen Cukup Kamu Jujur merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Perjalanan Rasa

Oleh:
Kring… kring… Suara ponsel genggam Vita berdering dan membuat dia sedikit terkejut seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya di layar ponsel “Kak Yana? Mau apa yah dia menelfonku?”

Dia Kebahagiaanku

Oleh:
Aku berjalan berdampingan dengannya. Sesekali dia menggodaku dengan canda tawa kami seperti biasanya. Aku begitu nyaman ketika ada di sampingnya. Ingin rasanya aku katakan padanya “jangan pergi dariku, jangan

Puisi Jatuh Cinta (Part 3)

Oleh:
Armo memasukkan tangannya ke dalam saku dan mengambil secarik kertas yang sudah lusuh, tak terhitung angka, berapa kali dia membuka lipatan kertas itu, membacanya dan melipatnya kembali, dan itu

Malaikat Penjaga

Oleh:
Riska… dimana kakak kamu! suruh dia kembaliin hp aku!” Dina sewot “Aku gak tau, dia gak ada di rumah” “Ah alesan aja kamu, mana bisa tadi pagi dia ngehubungin

Remember Rain

Oleh:
Senja kali ini memerangkapkanku dalam kerinduan yang semakin lama hadirnya semakin pekat terasa. Lengkap dengan nyanyian mistis tetes hujan yang menurunkan beribu cerita di setiap tetesnya. Tidak, rasanya hanya

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *