Tepat di Depan Mata

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Sedih, Cerpen Cinta Segitiga
Lolos moderasi pada: 1 October 2014

Langit pagi ini sedikit mendung. Sinar mentari yang biasanya hangat, kini sedikit dingin tertutup oleh awan yang berwarna abu-abu. Kicauan burung-burung yang biasanya bersautan di pohon samping kamarku, hanya tinggal 2 atau 3 yang hinggap di pohon.

Aku duduk di depan meja rias kamarku. alat-alat riasku berderet rapi di atasnya. Sebuah kaca setengah badan yang berada di atasnya memantulkan wajahku yang semakin melemah. Kualihkan pandanganku ke luar jendela kaca yang terletak di sampingku. Semilir angin membelaiku dan seolah membawaku ke masa 1 tahun yang lalu.

Saat itu masih di ruangan ini, masih di tempat yang sama. Aku memoles wajahku dengan beberapa alat rias. Kupoles wajahku dengan riasan minimalis. Kusisir rambutku dan kuberi hiasan berbentuk bunga warna biru muda yang senada dengan dress yang kupakai. Berkali-kali aku melihat wajahku di cermin. Sampai suara klakson mobil menyadarkanku. Aku melongok ke bawah melalui jendela kaca yang berada di samping meja rias. Seorang pemuda tampan dengan baju batik berwarna biru keunguan berdiri di samping mobil avanza miliknya. Aku tersenyum dan segera mengambil tas mini punyaku. Sebelum keluar kamar kusempatkan untuk melihat diriku di cermin.

Setelah berpamitan dengan mama, aku segera berlari menuju pemuda tadi. Kami memasuki mobil dan segera berangkat. Dalam mobil aku menyalakan radio agar suasana lebih mencair. Perasaanku saat ini sangat bercampur aduk. Ada kegembiraan yang memuncah dalam hatiku.

Kupandangi pemuda yang sedang fokus dengan kemudinya. Tak kusangka laki-laki yang telah kutunggu selama hampir 4 tahun, saat ini benar-benar hadir di sampingku. Aku tak harus memandangi wajahnya dari layar ponsel maupun laptop. Aku tak harus lagi mendengar suaranya melalui ponsel. Karena saat ini dia benar-benar ada, tepat di depan mataku.
Pemuda yang berada di sampingku ini adalah Dimas. Aku dan Dimas sudah menjalin hubungan sejak 4 tahun yang lalu. Satu hari setelah kami resmi menjalin hubungan, Dimas pergi ke Jerman untuk melanjutkan sekolahnya. Sejak itu aku dan Dimas harus rela menjalani hubungan jarak jauh. Begitu banyak godaan yang datang, tapi aku tetap berusaha untuk menjaga kepercayaanku pada Dimas.

Tiga hari yang lalu, Dimas datang dari Jerman dalam rangka liburan. Tetapi selain itu ada alasan lain, hari ini kami akan menghadiri pernikahan mantan kekasih Dimas, Ririn. Sebenarnya aku masih merasa canggung jika harus melihat Dimas bertemu dengan Ririn lagi. Karena dulu saat kami masih di SMA, kebetulan kami bertiga bersekolah yang sama. Ririn adalah gadis yang sangat dicintai oleh Dimas. Begitu pula sebaliknya. Mereka berpisah pun bukan karena ada pertengkaran, tapi karena Dimas tidak ingin merusak persahabatannya dengan Rendy, sahabat lamanya yang menjadi murid baru di sekolah kami. Akhirnya Ririn bersama Rendy hingga hari ini mereka akan mengadakan pernikahan. Sudah 6 tahun berlalu, cinta Rendy dan Ririn akan berlabuh di pelaminan. Aku menginginkan hal yang sama dengan Dimas. Tapi kembali lagi semuanya adalah rencana Tuhan.

Mobil avanza yang aku tumpangi berhenti di sebuah rumah. Janur kuning menyambut kami di depan pagar. Karangan bunga ucapan selamat berderet di sepanjang pintu masuk. Aku melingkarkan tanganku di lengan kiri Dimas. Perasaanku benar-benar sangat bahagia, bisa sedekat ini dengan Dimas setelah sekian lama.

Suasana dalam ruangan cukup menyegarkan mata. Dekorasi dengan dominasi warna hijau membuat ruangan semakin menyegarkan. Aku dan Dimas duduk di kursi tamu undangan. Banyak teman-teman kami saat SMA, kami saling menyapa dan bercengkrama sambil menunggu mempelai pria datang.

Sudah hampir 1 jam, acara belum juga dimulai. Suasana panik mulai terasa di dalam ruangan. Tiba-tiba terdengar jeritan dari salah satu ruangan di dalam. Semua semakin panik. Apalagi saat salah satu undangan mengetahui bahwa rombongan Rendy mengalami kecelakaan dan Rendy meninggal di tempat. Jeritan yang terdengar itu mungkin berasal dari Ririn.

Kurasakan tanganku yang berada di lengan Dimas mulai turun. Dimas berdiri dari kursi yang ia duduki. Aku memandanginya. Ekspresi wajahnya menunjukkan kepanikan yang luar biasa. Ia memandangiku sejenak lalu berlari menuju asal suara jeritan tadi. Aku kebingungan tak tahu apa yang akan dilakukan Dimas. Kebingunganku mulai terjawab saat Dimas menuju meja penghulu dengan menggandeng tangan Ririn. Semua orang yang berada di ruangan itu bingung. Ririn yang masih dalam keadaan menangis juga nampak kebingungan.
“Pak, nikahkan kami! Bagaimana pun acara ini tidak bisa gagal!” ucap Dimas pada penghulu dengan penuh keyakinan. Semua tamu undangan tercengang. Terlebih aku. Bagai terserang penyakit stroke tubuhku tak bisa digerakkan. Mataku nanar memandang lurus ke arah Dimas yang dengan mantap mengucapkan ijab kabul. Pikiranku mulai kacau dan mulai sadar kembali saat terdengar suara, “Sah!”

ADVERTISEMENT

Apa ini? Apa yang terjadi? Mengapa begini? Pertanyaan itu terus melayang-layang di otakku. Bagaimana mungkin, aku dan Dimas datang untuk menyaksikan pernikahan ririn dengan Rendy, bukan Ririn dan Dimas? Bagaimana bisa, kekasihku yang sangat kucintai yang telah lama kunanti menikah dengan orang lain tepat di depan mataku?
Pandanganku mulai buram oleh bulir-bulir mata yang mulai keluar. Tak tahan dengan semua ini, aku berusaha keras menggerakan badanku. Aku berlari menuju luar dan,
“BRAAAKKKKK!”

Tanpa sadar, pipiku mulai basah. Terdengar suara ketukan dari luar pintu. Aku memerintahkan agar seseorang itu masuk. Nampak seorang wanita yang sangat kukenal masuk sambil membawa nampan dan beberapa botol berisi pil-pil yang sudah sangat kuhafal rasanya. Ia tersenyum padaku.
“Loh, Kamu habis nangis Fan? Kenapa?” tanyanya sambil mengelap air mata yang berada di pipiku dengan tissue. Aku menggeleng lemah. Ia tersenyum lagi.
“Ya sudah, minum obat dulu ya? Habis ini kita akan cek up,” ucapnya dan memberikanku 3 pil dan juga air putih. Aku meminum semua obat itu.
“Apa hari ini cek up terakhir?” tanyaku dengan terbatuk.
“Kalau dokter bilang keadaanmu membaik, insyaallah ini yang terakhir. Ayo! Dimas sudah menunggu di bawah,” Perempuan itu mendorong kursi rodaku menuju garasi.

“Terimakasih Ririn telah memberiku kesempatan,” ucapku padanya. Dia tersenyum. Tapi aku tahu sebenarnya ia menahan air matanya agar tidak jatuh saat berada di depanku.

Kursi rodaku berhenti di depan mobil avanza. Seorang laki-laki mengendonggku masuk ke dalam mobil. Setelah ia memastikan aku sudah duduk nyaman di mobil. Ia mencium keningku.
“Semoga hari ini kamu benar-benar bisa menjadi Tiffany yang aku kenal,” ucapnya sambil kembali mencium keningku.
Mobil mulai melaju. Aku duduk sendiri di jok belakang. Sedangkan Ririn duduk di samping kursi Dimas yang menjadi pengemudi. Sudah 1 tahun berlalu. Aku hanya bisa duduk di kursi roda setelah kehilangan kakiku saat mengalami kecelakaan. Aku tinggal bersama Ririn dan Dimas. Ya, aku menjadi istri kedua Dimas. Setelah ia menikah dengan Ririn. Dimas menikahiku saat aku berada di rumah sakit.

“Aku ingin ke pemakaman Rendy!” ucapku tiba-tiba. Hal itu membuat Dimas memberhentikan mobil secara mendadak.
“Untuk apa?” tanyanya sedikit menggunakan nada tinggi. Aku hanya diam dan memandang ke luar jendela mobil.
“Kita harus cek up ke dokter untuk melihat perkembangan kamu,”
“Pokoknya aku ingin kesana. Sekarang!” ucapku tegas dan terus memandang ke luar jendela mobil.
“Sudahlah Mas! Kita bawa saja Fanny ke pemakaman. Mungkin itu bisa membantunya untuk sembuh,” ucap Ririn lembut. Sepertinya Dimas setuju karena mobil avanza miliknya melaju kembali tapi berputar arah.

Mobil kami berhenti di seberang tempat pemakaman. Ririn dan Dimas turun untuk mengambil kursi rodaku. Entah dorongan darimana aku membuka pintu mobil dan berlari menuju seberang. Aku sempat mendengar Dimas dan Ririn berteriak,
“FANNYYY!!! AWAASSSSSS!!!”
“BRAAAAAAAKKK”

Aku terus berlari. Nampak seorang pemuda dengan wajah yang bersinar mengulurkan tangannya padaku. Aku merengkuh tangannya dan segera berbalik badan. Kulihat Dimas sedang memeluk tubuhku yang bersimbah darah. Ririn menangis di sebelah Dimas.
Aku tersenyum melihat mereka. Bagiku lebih baik begini, aku tak akan lagi menjadi parasit bagi rumah tangga Dimas dan Ririn. Aku melayang jauh seperti ada sesuatu yang menarikku menjauh dari dunia ini. Jauh begitu jauh hingga aku tak mungkin kembali. Mungkin ini memang yang terbaik menyaksikan mereka tepat di depan mataku.

Cerpen Karangan: Dewi Rahmawati
Blog: www.coretansangdewi.blogspot.com
Facebook: Dewii Rahmawati Irianto
Dewi Rahmawati, lahir di Kota Malang 9 Juli 1995. saat ini aku menimba ilmu di Magistra Utama Malang. dunia menulis adalah dunia yang sudah kugemari sejak aku kelas 5 SD. tapi belum ada karyaku yang berani kukirimkan ke media. beberapa kali karyaku menjadi juara tingkat kota. aku harap dari halaman ini aku bisa terus mengasah kemampuanku. ^_^

Cerpen Tepat di Depan Mata merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Tokoh Favorit

Oleh:
“Lu beneran gak ada perasaan sama dia?” tanya Gina, sahabatnya yang sedang memakan bakso di kantin itu. “Hmmm.” “Lo kan udah deket banget sama dia, semua orang juga taunya

Tanpa Tanda

Oleh:
Tanpa Tanda. semua tiba tiba berubah saja. kulihat sesosok lelaki yang menemaninya biasa saja, tidak ada yang istimewa bahkan tak terlihat dewasa seperti umurnya. Dari cara bicara nya yang

Arunika Maharani

Oleh:
Kedua mataku membara ketika melihat iblis membumihanguskan ladang tembakau Pak Rahmad. Lidah-lidah api menjilat-jilat tanaman dan rerumputan yang selama ini menjadi ladang kehidupan keluarga pria itu. Tangan iblis seolah

Cintaku Yang Egois

Oleh:
Nanda dan yanto adalah sepasang kekasih, mereka baru menjalani hubungan 2 minggu yang lalu, yanto adalah cowok ganteng nan baik hati di sekolah ini begitu banyak cewek yang suka

Waktu Akan Menyembuhkan Setiap Luka

Oleh:
Tuhan menciptakan sesuatu pasti ada alasannya. Contohnya, Tuhan menciptakan manusia untuk meyembahnya, melaksanakan perintah serta menjauhi larangan. Tuhan memberi segala sesuatu pasti punya manfaat tersendiri. Jika kita belum mendapatkan

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

2 responses to “Tepat di Depan Mata”

  1. Anonim says:

    Hi kak,ceritanya baguslo. Semangat berkarya trs ya Kak!

  2. Cinta says:

    Sumpah nangis aq, semoga di kisah nyata gak ada nasib yg sama seperti si fanny, sakitnya tuh di sini ( di dlm hati )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *