Akhir Yang Manis?

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Persahabatan, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 8 December 2017

“Aduuh, sakit!” Diandra menabrak sesuatu dengan keras hingga badannya limbung. Hap, ada yang menahan tubuhnya. Dengan perlahan Diandra menegakkan tubuhnya, membuka matanya, melihat sekeliling ternyata sudah banyak kepala-kepala yang melihat ke arahnya. Tubuhnya seakan mimikri, pipinya merah macam tomat.

“Anak baru, ya?” celetuk salah seorang siswa yang turut menyaksikan tontonan di pagi hari itu. Bukannya menjawab Diandra kembali melesat pergi tidak peduli pada pikiran-pikiran penasaran semua orang.

Suasana kelas yang sangat ricuh berubah menjadi senyap ketika pak guru yang terkenal galak masuk ke kelas diikuti gadis cantik yang menahan malu. Apakah dia akan ditertawakan setelah kejadian tadi pagi? Semua orang menatap pada anak pindahan itu dengan pandangan mata yang menyiratkan keingintahuan.

“Selamat pagi teman-teman, aku Diandra, aku harap kalian senang berteman denganku.” Singkat, padat, dan jelas. Dia pun segera duduk ketika dipersilakan pak guru.
“Niatku sih baik, tadi pagi nolongin kamu saat menabrakku, tapi kamunya kok gitu sih?” Diandra mengenal suara itu, cowok yang duduk di belakangnya. Spontan Diandra balik badan, rasa malu kembali muncul.
“Kenalin aku Ryein, aku ketua OSIS di sekolah ini. Bukannya sombong, aku hanya ingin kamu tahu aja.” Cowok bernama Ryein itu ramah. Rasa tertarik muncul dalam hati Diandra. Jauh dalam hati Ryein, dia ingin mendapatkan gadis ini. Dia bukanlah cowok buaya yang suka mempermainkan para cewek, malahan kaum hawa yang mengidolakannya dan ingin jadi pacarnya karena ryein memang cowok yang tampan dan berbakat. Tapi kali ini hatinya goyah, prinsipnya untuk tidak punya pacar terlebih dahulu, hampir runtuh. Bukan sekedar cantik tapi Diandra memiliki daya tarik yang seakan pernah ia rasakan entah kapan. Pandangan matanya membuat Ryein seakan pernah mengenal Diandra entah kapan juga.

Diandra semakin disenangi oleh teman-teman di kelas walaupun dia pemalu tapi dia baik hati dan nggak pelit. Kabar dari sekolah yang akan bakti sosial di salah satu panti asuhan anak menghimbau setiap kelas mewakilkan dua orang untuk ikut berpartisipasi. Karena Ryein ketua OSIS sekaligus ketua kelas XI IPS-2 otomatis dirinyalah yang mewakili, tanpa perundingan, Ryein juga menunjuk Diandra mewakili kelasnya.

Dalam hati dia sangat senang bisa pergi bersama dengan Ryein walau hanya sebagai perwakilan kelas. Ryein yang membawa mobil pribadi menyarankan wali kelasnya untuk ikut dengan mobilnya serta menaruh sebagian barang-barang pada bagasi mobilnya.

“Eh, Diandra naik mobilku juga ya, nemenin aku, oke!” ajak Ryein. Tak tahu harus berucap apa, Diandra pun hanya mengangguk. Wali kelas duduk di depan bersama pak sopir sedangkan Diandra dan Ryein di belakang. Perjalanan yang sangat jauh membuat Diandra kelelahan dan tertidur. Alih-alih tubuhnya pun terkulai di bahu Ryein. Ryein yang terkejut lantas hanya membiarkan posisi Diandra seperti itu. Sambil terus memandangi wajah Diandra yang ayu, Ryein pun perlahan mengangkat tangannya yang bebas untuk membelai rambut Diandra yang sehalus sutra itu. Wali kelas mereka tidak tahu karena sedang mengobrol seru dengan pak sopir. Entah hal apa yang melintas di benak Ryein membuat dirinya merasa dejavu padahal dia tidak pernah sedekat itu pada gadis manapun.

Petang pun menyambut rombongan SMA Citra Harapan 1 Bekasi setelah sekian jam berada dalam panti asuhan. Mereka semua bubar dan pulang. Ryein menawari Diandra untuk mengantarnya pulang, dengan senang hati Diandra setuju. Di perjalanan mereka berdua tak saling menatap maupun berkata, sibuk dengan pikiran masing-masing. Merasa bosan diandra pun mengambil buku perjalanan hidupnya semasa kecilnya hingga sekarang bisa dibilang diarynya. Kenangan masa kecilnya pun berputar bagai film.

“Vino dan Dinda sahabat selamanya, Vino nggak boleh ninggalin Dinda di Jogja sendirian. Belanda itu di mana sih?” tanya anak kecil bernama Dinda kepada Vino, sahabat laki-lakinya.
“Kata mama, Belanda itu jauh banget dari sini. Vino sama-sama nggak tahu kayak kamu, Din. Oh ya, tadi aku minta mama buat beli ini, nih buat Dinda,” sambil memasangkan gelang pada tangan mungil Dinda.
“Satu lagi buat aku. Bagus kan? Harganya mahal lho jadinya kamu harus sayang ya sama gelang ini kayak kamu sayang sama aku dan bonekamu itu. Kata mama, Vino bisa pulang ke sini kalau Vino udah besar dan Dinda juga udah besar.” Lanjut anak laki-laki itu dengan gayanya sebagai anak usia 6 tahun.
“Oh jadi gitu, ya. Ya udah deh sana kamu ke Belanda. Jangan lama-lama ya, pokoknya kalau kita udah besar kamu harus pulang ke Jogja dan main lagi sama Dinda, oke?” Dinda memang sangat menyayangi sahabat laki-lakinya dan anak kecil itu merasa tidak ikhlas melepas Vino pergi.

“Kenapa ada buku diary di mobilku? Ah ya, mungkin punya Diandra ketinggalan.” Ucap Ryein pada dirinya sendiri. Segera ia pun merebahkan dirinya melepas penat seharian. Tergoda, Ryein membuka diary Diandra, segera ia terperanjat mengetahui isi diary itu.
“Apa maksud ini semua?” Ryein sangat heran, lembar demi lembar dibolak-baliknya, setiap detail diperhatikannya. Namun, rasa kantuk tak bisa dihindarinya.

ADVERTISEMENT

Di tempat lain, Diandra tak menyadari bahwa sesuatu telah ditinggalkannya. Rasa senang di dalam hatinya ia bawa ke dalam tidurnya. Waktu terus bergulir, Sang kegelapan telah terganti dengan sejuknya hawa mentari. Diandra bangun dari perjalanan malamnya dan menata jadwal hari ini. Kebingungan langsung menyerangnya.
“Mana bukuku? Kok di tas nggak ada? Perasaan udah aku masukin? Masa jatuh di jalan sih? Gimana sih ceroboh banget!” maki diandra pada dirinya sendiri.

Wajah Diandra menunjukkan bahwa dirinya gelisah, sampai sekolah Ryein langsung menyerahkan buku itu pada Diandra. Diandra langsung terlihat lega sekali dan memeluk erat diary itu seakan hidup dan matinya. Mengapa buku ini amat berarti bagi Diandra? Ryein ingin menanyakan banyak hal pada Diandra mengenai buku itu. Tapi ia takut Diandra akan marah karena telah melanggar privasi Diandra. Kedekatan Diandra dan Ryein tercium oleh teman-teman sekelas dan fans setia Ryein sejak mereka ikut bakti sosial.

Tidak tahan akan rasa penasaran, akhirnya Ryein memantapkan hati untuk bertanya.
“Diandra? Boleh aku bertanya sesuatu?” sapa Ryein
“Tanya apa?” balas Diandra dengan heran.
“Sebelumnya maaf, aku sempet baca bukumu, tapi aku penasaran dengan foto-foto di buku itu serta beberapa tulisan yang ada di sana, bisa kamu jelasin ke aku?” pinta Ryein yang sangat ingin tahu apa yang terjadi.
“Aku nggak pernah cerita kepada teman-teman tentang masa kecilku lagian apa untungnya bercerita padamu?” tanya Diandra
“karena aku juga punya foto itu.” Jawaban yang sungguh di luar dugaan Diandra.
“Hah? Kok kamu bisa punya?” sungguh ini semakin membingungkan bagi Diandra.
“Aku nggak tau, kata mama itu anak tetangga yang sering main sama aku.” Seperti disambar petir, Diandra merasa sakit hati jika benar Ryein memang sahabat kecilnya, kenapa Ryein lupa akan dirinya? Apa dia benar Vino yang berjanji padanya dulu? Memang benar sepuluh tahun telah berlalu tapi apa selama enam tahun itu kenangan akan Diandra dapat terlupakan?
“Apa kamu pernah tinggal di Belanda?” tanya diandra menyelidik.
“Iya, kira-kira sepuluh tahun aku di sana bersama keluargaku karena papa melakukan riset. Setelah kontrak kerja habis kami kembali ke Indonesia dan menetap di Bekasi.” jelas Ryein kepada Diandra. Seakan seperti pisau yang menghujam dadanya, Diandra menahan tangis, kecewa.
“Apa kamu ingat Dinda, Ryein?” Diandra kembali bertanya.
“Dinda yang di foto itu? Sekilas aku mengingatnya tapi ya sekilas.” Ujar Ryein menjawab pertanyaan Diandra.
“Apakah Ryein namamu di Belanda? Kalau nama kecilmu siapa?” lagi-lagi Diandra bertanya, tak sanggup membendung kesedihannya, bulir-bulir berkilau mengalir dari sudut matanya, tak ingin dilihat Ryein, dengan cepat Diandra menundukkan kepala.
“Iya namaku sekarang adalah namaku di Belanda. Seperti tertulis di bukumu, nama kecilku Vino.” ujar Ryein apa adanya.
“Kamu jahat, kamu jahat vino. Kamu lupain aku, kamu sendiri yang telah berjanji tapi kamu juga yang ingkari. Buat apa kamu kasih aku gelang yang harganya mahal kalau kamu sendiri nggak inget itu?” usai berkata demikian diandra yang berlinangan air mata langsung keluar kelas meninggal Ryein.

Dalam lubuk hati paling dalam Ryein menyesal dan merasa telah menyakiti hati gadis yang ia sayang selama ini, batinnya pun berkata,
“Aku tidak lupa, Din. Aku selalu ingat padamu. Aku mencarimu, Din tapi aku tidak temukanmu di Jogja. Tetangga bilang keluargamu pindah dan mereka tidak tahu ke mana keluargamu pindah hingga pada akhirnya kamu sampai di sekolah ini sebagai anak pindahan yang membuatku merasa dejavu.” Ryein memang sengaja berbohong pada Diandra semata-mata untuk memastikan masa lalu mereka tapi dirinya telah kelewat batas, tak termaafkan. Ryein kembali memutar ingatannya sepuluh tahun yang lalu.

“Din, kata mama kita itu sahabat lho.” Ujar vino pada teman kecilnya.
“Sahabat? Tapi aku nggak mau punya sahabat kayak kamu, Vin.” Balas dinda tidak setuju dengan Vino.
“Emang kamu tahu apa itu sahabat?” tanya Vino pada Dinda
“Nggak tahu. Pokoknya yang Dinda tahu kita itu saling menyayangi, mamaku yang bilang begitu, soalnya Dinda sama kamu saling membantu dan kalau bertengkar itu lucu.” Dengan polosnya kedua anak kecil itu beradu argumen.
“lho, kata mamaku sahabat itu saling menyayangi. Dan mamamu juga bilang gitu. Kalau gitu kita berarti sahabat, kan?” Vino berkata sambil memberikan jari kelingkingnya pada Dinda.
“horeee, kita sahabat.” Jawab Dinda lalu mengaitkan jari kelingking mereka berdua.

Huhft, senyum simpul tercetak di bibir lelaki itu ketika ingatan bermain-main dengannya. Segalanya telah berubah sekarang. Vino dan Dinda tumbuh besar seiring waktu hingga enam tahun lamanya mereka bersahabat. Foto bersama, makan eskrim bersama, juga bikin tulisan-tulisan di buku yang sekarang menjadi milik Diandra.

Dua anak kecil, dibesarkan bersama dalam pangkuan ibu yang berbeda, tumbuh bersama ditemani waktu yang terus berjalan. Gadis yang dulu ditinggal sahabatnya kini kembali bertemu laki-laki yang menghiasi masa kecilnya. Lelaki itu tumbuh dewasa dengan wajah tampannya sehingga banyak gadis yang mengidolakannya dan ingin jadi pacarnya. Hal itu membuat diandra semakin tak mengenal sosok itu. Terkuaklah segala rahasia dan masa lalu yang ada. Tanpa banyak kata pun jarak yang terentang makin jauh. Mereka berdua sama-sama tidak mengerti karena hal ini spontan terjadi. Rasa sayang hanya terkubur di dalam tak mampu keluar. Mereka yang dulu sahabat dekat telah menjadi pribadi yang seakan tak pernah terikat masa lalu yang teramat indah.

Seminggu hanya dilalui mereka dengan saling tatap tanpa tegur sapa. Ryein memang tak menjelaskan apapun lagi pada Diandra setelah kejadian minggu lalu. Diandra tak habis pikir, bagaimana seseorang dapat melupakan kenangan terindah yang pernah dialaminya sekali seumur hidupnya? Apakah kenangan indah kan selalu melekat di hati? Tak ada yang tahu pasti. Sia-sia sudah dia menanti, ternyata yang dinanti tak mengerti. Walau rasa sayang dan cinta tetap di hati. Tak ada kah yang mau mencari satu sama lain, walau saling mencintai? Beginikah akhir persahabatan yang begitu manis

Cerpen Karangan: Rifka Berlian Eka Febriani
Facebook: facebook.com/rivqarifka

Cerpen Akhir Yang Manis? merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Doni

Oleh:
Aku punya teman. Namanya Doni. Tak tahu kenapa dia bernama begitu. Tapi kami adalah teman dekat. Hanya saja, ada satu hal yang sangat kubenci dari dia. Dia sama sekali

Relationship Make Stupid

Oleh:
Pacaran. Kadang menyakitkan, kadang bikin melayang. Aku sudah setengah tahun pacaran sama si Mawar. Aku kenal dia karena aku satu sekolah sama dia. Tapi, beda kelas. Dia IPA dan

Korban Keegoisan

Oleh:
“Hei, Ris! Apa lo nggak dengerin gue?” Aku menoleh dengan wajah merengut ke arah Shila. “Apa, sih? Ganggu gue aja deh!” Bentakku. Shila mendengus kesal. “Lo liatin apa sih

Berawal Dari Perpustakaan

Oleh:
Pagi yang cerah yang selalu menemani hari-hariku di sekolah. Tapi semenjak kepergiannya aku selalu kesepian meskipun masih ada orangtua dan teman-temanku. Dia adalah orang yang sangat berarti bagiku. Dia

The End (Part 2)

Oleh:
Tak terasa, ujian semester pertama dimulai. Aku, Richard, dan yang lainnya tengah menjalani ujian. Sering tertangkap oleh mataku Richard terlihat pucat. Terkadang ia memegang bagian perutnya. Itu membuatku cemas.

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *