Senyum Yang Tertunda

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta
Lolos moderasi pada: 2 July 2016

Hari sudah larut malam dan begitu sepi. Sebagai seorang mahasiswa, sudah menjadi kebiasaan tidur larut malam bersama tumpukan buku dan segenap tugas yang akan segera deadline.
“Masih belum move on, nih”, sindir seorang teman ketika melihat layar laptopku.
“Hemm… Entahlah semakin buram”,
“Sudahlah, lupakan saja. Cari yang lain”.
“Tapi aku masih belum bisa membohongi hati. Perasaanku masih seperti dulu. Meski telah banyak wanita yang singgah di hatiku. Namun ingatan tentangnya selalu datang mencegahku dari berpaling”.
“Bertahan? Sementara tidak ada kejelasan. Hanya saling rindu diam-diam. Saling cemburu diam-diam. Dan saling curiga dari kejauhan”,
“Hemm”, Aku hanya bisa membalas dengan senyum perkataanya itu.
“Senyummu tak seindah kisahmu”, balasnya dengan nada mencibir.
“Itu hanya soal waktu, senyum yang tertunda.”
Mungkin ada benarnya. Seolah menahan angin dengan jaring. Pertahanan yang aku lakukan mungkin sia-sia. Entah benar-benar saling rindu atau dia telah merindu yang lain. Entah benar-benar saling cemburu atau aku hanya menyiksa diri sendiri dengan kekecewaan tak berarah.

Ingatanku melayang pada kejadian empat tahun silam. Ketika kata cinta itu terucap dengan begitu indah. Peristiwa bersejarah dalam kisahku, percakapan via telepon yang sangat lekat dalam memoriku.
“Aku pernah berjanji pada diriku”, kataku memulai bicara.
“Janji apa?”, jawab Ani dengan suaranya yang lembut di seberang sana.
“Kita telah lama bersahabat. Namun sebenarnya aku memiliki perasaan yang lebih dari itu”, dengan melawan ragu kuucapkan kata-kata itu.
Aku yakin ia akan terkejut dengan kata-kata itu. Dia yang pernah menyatakan hal yang sama dua tahun sebelumnya. Aku menyadari kesalahanku saat itu yang pernah membuatnya sakit hati. Mungkin sangat wajar jika saat ini ia berbuat lebih menyakitkan.
“Iya, sepertinya perasaanku masih seperti dulu”, jawabnya pelan setelah beberpa saat terdiam.
“Maaf An, aku mengatakan ini di saat yang tidak tepat. Saat di mana kita akan berpisah terhalang jarak. Tetapi setidaknya aku telah memenuhi janji pada diriku sendiri. Selanjutnya aku relakan segala keputusanmu.”
“Jika memang kita ditakdirkan bersama, jarak sejauh apapun kelak akan menyatukan dan mempertemukan kita, san.”
Itulah awal gantungnya kisah cinta ini. Kisah yang sangat kubenci. Awalnya aku berfikir dengan itu akan membuatku tenang melupakannya. Akan tetapi justru sebaliknya, perasaan cinta semakin melekat dan sulit dilupakan. Dulu, ketika Ani mengucap kata cinta padaku, dengan bodoh aku melukai hatinya. Kata-kataku malam itu memburam dan semakin buram empat tahun lamanya. Seolah tak ada harapan tentang adanya titik temu tentang rasa itu. Cerita yang tak kunjung memberi harapan jelas tentang kebersamaan. Jarak yang kini semakin jauh seolah semakin menjauhkan cintaku dengannya. Tetapi yang menyakitkan adalah perasaan ini tetap menggelora dalam hati, sulit dihapuskan.

Seminggu terakhir hubungan komunikasiku dengan Ani semakin memburuk. Biasanya setiap akhir pekan kusempatkan meneleponnya. Meskipun terkadang kami hanya diam tanpa kata. Namun aku selalu berfikir positif, itulah cinta. Sebenarnya hal seperti ini bukan pertama kali, sangat sering aku dan Ani terlibat konflik yang tidak jelas asal muasalnya. Namun sekali lagi aku berfikir positif, itulah cinta. Sampai kutulis dalam sebuah status di Facebook:
“Dua insan sering terlibat konflik namun mereka tetap bersama, itulah cinta”.
Aku begitu senang ketika nama Ani masuk dalam daftar orang yang me-like statusku itu. Namun perasaanku kembali murung ketika ia menulis status lain.
“Karena rasa yang dulu hilang, tak mungkin kembali lagi seutuhnya”

Liburan pun tiba, saat yang sangat kutunggu untuk sejenak meupakan tugas-tugas perkuliahan. Mencari ketenangan bersama keluarga di rumah, dan kali ini aku bertekad untuk menemui Ani.
“Ani?”, tulisku dalam sebuah pesan singkat ketika hari pertamaku di rumah.
“Iya”. Balas Ani dengan jawaban yang begitu singkat. Saat itu aku mulai pesimis. Apakah saat ini ia merasakan apa yang aku rasakan, batinku.
“Bisa ketemu”, tanyaku.
“Bisa, kapan?”, balasnya.
“Besok?”.
“Dateng ke rumah, ya”.
“Oke”, balasku dengan perasaan yang bercampur, antara senang dan bingung. Senang karena aku dapat melepas rindu. Bingung karena aku tak tahu apakah ini bentuk persahabatannya denganku atau seperti yang aku rasakan.

Akhirnya saat yang sangat kutunggu tiba. Ani terlihat semkin cantik, suaranya terlihat sangat indah. Melihatnya membuatku lupa banyaknya waanita cantik di kampusku.
“Kamu semakin cantik”, kataku memulai pembicaraan dengan memujinya. Ia hanya membalas dengan senyuman.
Pembicaraan saat itu sangat mengesankan. Membuatku lupa dengan keburaman-keburaman yang terjadi. Aku semakin bahwa ini merupakan tahap awal dari senyum yang tertunda. Hampir satu jam kami berbincang, semua kerindunku terlepas. Semua gelisahku seolah runtuh. Aku tak lagi berpikir tentang perasaan, karena sikapnya cukup membuatku bahagia.
“An, kamu masih ingat, kan?”, kataku ketika hendak pamit.
“Iya, ini hanya soal waktu”, katanya dilanjutkan dengan senyum manis.
Hari itu sangat berarti dalam kisahku. Ucapannya seolah menjadi simbol bahwa ia memiliki persepsi yang sama, tentang “Senyum yang Tertunda”.

Cerpen Karangan: Hendriyan Rayhan
Facebook: http://facebook.com/rayhanmuslim

Cerpen Senyum Yang Tertunda merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Aku Bukan Layang Layang

Oleh:
“Maaf Dany, hubungan kita sepertinya sampai di sini saja!” “Kenapa Nisa? Bukannya beberapa hari lalu kamu sudah berjanji untuk terus bersamaku, bahkan hingga kita menikah nanti?” “Maaf, aku minta

Cinta Salah Prasangka

Oleh:
Dia masih terengah-engah, napasnya bahkan belum benar betul. Terburu-buru ia datang menghampiriku, menyerahkan selembar kertas dengan sebuah kotak kado berukuran kecil. Aku terdiam menatapnya dalam kebingungan, tapi ia masih

Reuni Kecil

Oleh:
Secarik kertas sebuah invitation yang kugenggam saat ini, aku merasa geleng-geleng kepala sendiri. Sudah empat surat yang kuterima dan ini yang ke lima tapi aku tak pernah ingin menghadiri

Tarian Sepasang Kunang Kunang

Oleh:
Sepasang kekasih berjalan sehabis hujan di bawah sorot rembulan yang bulat bentuknya. Keduanya bercakap-cakap, dan tertawa, saling bergenggaman tangan, erat sekali. Di kebun dekat rawa mereka selalu berhenti dan

Surat Kristal

Oleh:
Ini adalah ceritaku, Bintang, yang pada akhirnya harus meninggalkan sebuah surat untuk seseorang yang tak pernah menyadari bahwa cinta itu selalu sangat dekat, walaupun terkadang jalannya adalah jalan yang

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *