Di Balik Keheningan (Part 2)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Horor (Hantu), Cerpen Thriller (Aksi)
Lolos moderasi pada: 30 October 2018

KEESOKAN HARINYA.
Toilet sekolah sudah dibatasi dengan garis polisi. Aku hanya menatapnya dari jauh. Kulihat Salsa menangis, sedangkan Lynda hanya diam tanpa ekspresi. “Untuk apa menangis?” ucapnya cuek. “Dia teman kita Lyn.” ucap Salsa. “Tapi dia sudah mati. Kita juga gak bisa apa-apa. Kalau dengan menangis kita bisa membuat Selly hidup lagi, aku akan menangis. Tapi kalau gini? Percuma buang-buang air mata.” ucap Lynda. Kulihat juga seorang laki-laki bernama Rio berdiri di belakang tembok sambil memperhatikan jasad Selly yang dibawa keluar dari toilet wanita. Aku tahu dia pacarnya Selly dan kelihatannya dia sangat marah dengan Lynda yang acuh tak acuh pada temannya sendiri.

Beberapa hari kemudian
Aku berdiri di depan lokerku. Memasukkan beberapa buku ke dalamnya. Kulihat ke dalam lokerku ada sebuah ponsel di sana. Ponsel Selly. Aku bisa memanfaatkannya untuk meneror Lynda dan Salsa. Kukirimkan sebuah pesan pada Lynda dan Salsa. “Setelah ini kalian yang akan menyusulku.”. Aku tersenyum dan meletakkan kembali ponsel itu. Lynda dan Salsa menatapku dari kejauhan.
“Eh cewek bisu. Kamu pasti seneng kan, ngelihat salah satu temen kami mati? Haha jangan seneng dulu. Sekarang kamu akan merasakan yang lebih dari sebelumnya. Inget itu!” ucap Lynda sambil menjambak rambutku. Salsa menatapku dengan tatapan tajam dan mendorongku hingga aku jatuh ke lantai.

Aku mencoba berdiri, menatap mereka dari kejauhan. Salsa, akan jadi yang kedua. Aku tersenyum lalu berjalan ke kelasku. Semua orang sibuk membicarakan Selly, ada yang bilang mereka pantas mengatakannya dan ada pula yang kasihan padanya. Mendengar hal itu, aku hanya tersenyum kecil. Bukankah mereka bilang orang sepertiku tidak pantas untuk bergaul dengan orang-orang di sini? Lalu untuk apa aku mengasihani orang sepertinya? Aku melenggang santai ke kursiku.

Aku duduk dan membuka lembaran-lembaran bukuku. Membaca tulisan-tulisan di dalamnya. Memahaminya dan menutupnya setelah aku memahami semuanya. Kulihat Lynda masuk sendirian ke kelas, dan artinya Salsa sendirian di luar sana. Aku bergegas keluar namun Lynda menyenggol kakiku hingga aku terjatuh. “Ups maaf, kakiku bergerak sendiri.” ucapnya sambil tertawa. Aku menundukkan kepalaku lalu berjalan ke luar kelas.

Kulihat Rio menatap Lynda penuh dendam. Tanpa memperdulikannya aku terus berjalan mencari Salsa. Kutemukan dia sedang berada di parkiran. Dia melihatku dan menundukkan kepalanya “Maaf Shell.” ucap Salsa. Aku hanya menatapnya. “Kalau aku tidak bergaul dengan Lynda, aku tidak akan bisa hidup enak. Dia yang membiayaiku selama ini. Jadi aku hanya bisa menurutinya.” ucap Salsa.

Memaafkannya? Apakah hanya untuk mempermudah kehidupannya harus mengorbankan kebebasanku di sekolah ini? Kata-katanya justru membuatku semakin kesal. Kutulis beberapa kata-kata dan kutunjukkan padanya. “Aku tidak bisa memaafkanmu. Kamu akan jadi yang selanjutnya, Salsa.”. Setelah membaca kata-kata yang kusampaikan, dia langsung terdiam.
“Kamu yang membunuh Selly?” tanyanya. Aku mengangguk dan tersenyum. “Akan kulaporkan pada semua orang bahwa kamu pelakunya.” ucapnya sambil ketakutan. Aku berjalan mendekatinya sambil membawa sebuah pisau di tangan kananku. “Shell… Shella! Jangan lakukan itu! Shel…” ucapnya sambil memohon-mohon padaku agar tidak membunuhnya.
“Aku janji akan melakukan apapun yang kamu mau. Aku mohon Shell.” ucapnya. Sepertinya idenya bagus, akan kumanfaatkan dirinya untuk membalaskan dendamku pada Lynda. “Bunuh Lynda untukku!” ucapku melalui tulisan di kertas. “Apa?” tanyanya. Aku terus saja menatapnya, membuatnya takut dan pada akhirnya mengiyakan permintaanku.
“Baik. Aku akan melakukannya. Tapi beri aku waktu untuk mempersiapkan diri.” ucap Salsa. Kutuliskan beberapa kata untuknya. “Aku akan selalu mengawasimu.”. Aku lalu pergi dan mengawasinya dari jauh. Dia menangis dan mencoba menenangkan dirinya yang sangat ketakutan. Aku tersenyum, aku tidak akan membunuhnya dan aku akan memanfaatkannya.

Keesokan harinya kulihat Salsa berjalan ke arahku bersama Lynda. Salsa terlihat agak takut, namun Lynda terlihat seperti biasanya, sombong dan selalu menegakkan kepalanya ke depan, tidak pernah mau bergaul bahkan memandang orang yang menurutnya tidak pantas untuknya. “Ada apa denganmu?” tanyanya pada Salsa. “Tidak, aku hanya tidak enak badan. Aku duluan.” ucap Salsa.

“Eh bisu! Kenapa menatapku seperti itu?” tanya Lynda padaku. Aku berjalan santai ke arahnya sembari mengucapkan beberapa kata di dalam hatiku. “Orang yang dekat denganmu adalah orang yang akan mengkhianatimu”. Dia hanya menghela napasnya dan berjalan lurus ke depan.

Pagi harinya
Aku membuka mataku dan ibuku sudah ada di depanku. “Shella.” Panggilnya. Ibu? Tak biasanya dia membangunkanku seperti ini. “Kamu melakukan itu?” tanya ibuku. Sepertinya dia sudah tahu apa yang pernah aku lakukan. “Ibu sudah membaca semua yang kamu tulis di buku itu dan kemarin ibu dengar temanmu bernama Selly meninggal karena dibunuh dan pelakunya tidak diketahui. Itu kamu Shell?” tanya Ibuku. Aku terdiam dan mulai menangis, merasa bersalah telah mengecewakan wanita yang selama ini telah menyayangiku dengan sepenuh hati, merawatku, dan mengajarkanku agar selalu berbuat baik kepada semua orang. Tapi yang kulakukan adalah membunuh temanku sendiri dengan kejam.

“Hentikan itu Shell. Sebelum semuanya terlambat. Ibu tidak pernah mengajarkanmu menjadi pembunuh bukan? Belum terlambat untuk memperbaiki semuanya.” ucap Ibuku. Aku mengangguk dan memeluknya dengan erat. Aku sangat menyesal. Terlambat, bahkan sangat terlambat. Aku bergegas ke sekolah untuk mencari Salsa yang sudah kujebak dalam rencana kejamku. Tapi dia tak kutemukan di mana pun. Kucari terus dan akhirnya kutemukan dia di atap gedung.

ADVERTISEMENT

Dia terlihat menatap ke arah langit, berdiri di samping pagar pembatas. Menyadari aku berdiri di belakangnya, dia menatapku. “Shella. Aku tidak bisa membunuh sahabatku sendiri. Dia mengerti aku, walaupun sering memerintahku. Aku mohon Shel. Jangan bunuh dia. Aku tahu kami salah selama ini telah menindasmu. Maaf. Aku akan bertangung jawab atas semua itu.” ucap Salsa.
Dia naik ke pagar pembatas dan terjun dari sana. Aku berlari mengejarnya, namun saat aku sampai di sana, dia sudah jatuh ke tanah. Darahnya memenuhi sekujur tubuhnya, kepalanya pecah, darah segar mengalir dari kepalanya serta bagian tubuhnya yang lain. Semua orang terkejut dan langsung melihat ke arah Salsa yang dalam keadaan mengenaskan di sana.

“Terimakasih Shella.” ucap seseorang di belakangku. Dia Rio, orang yang kulihat sering menatap Lynda dan Salsa dari jauh.
“Berkatmu, aku hanya tinggal membunuh satu orang saja. Seseorang yang sudah membuat Selly seperti itu. Aku tidak akan membongkar rahasiamu. Tenang saja.” ucap Rio lalu pergi. Aku yakin, dia mengincar Lynda. Dia pasti berpikir kalau Lynda adalah pelaku pembunuhan yang sebenarnya adalah aku. Takut jika dia melakukan sesuatu pada Lynda, aku bergegas berlari mencarinya. Dia terus berjalan dan terus berjalan hingga akhirnya sampai di kelasnya.

Aku sedikit tenang karena dia tidak pergi untuk menemui Lynda. Untuk memastikannya, aku harus mencari Lynda. Akhirnya setelah berlari mengitari sekolah, kulihat Lynda sedang duduk sendirian di gudang. Dia menangis sambil menatap sebuah foto. “Maaf. Aku minta maaf.” ucapnya. Entah dengan siapa dia berbicara, dia hanya terus menangis dan memeluk foto yang dipegangnya.

Diambilnya sebuah buku yang pernah kuletakkan di lokernya. “Kalau aku tahu, aku tidak akan meremehkan ini. Sekarang aku sendiri, tak ada siapapun di sini. Kalian sudah pergi. Maaf, selalu membuat kalian susah. Selly, Salsa.” ucapnya. Aku berjalan mendekatinya setelah menuliskan beberapa patah kata.
“Lyn. Aku yang melakukannya. Aku yang melakukan hal kejam itu pada Selly dan aku yang membuat Salsa bunuh diri. Maaf.” ucapku melalui tulisan itu. “Jadi kamu? Aku benar-benar tidak percaya. Kamu membunuh Selly?” ucapnya. Aku hanya menunduk sambil menangis. “Memang benar, kamu tidak pantas bergaul dengan orang-orang di sini.” ucap Lynda sambil menatapku dengan penuh kebencian.
“Kamu yang tidak pantas Lyn.” ucap Rio yang tiba-tiba datang dengan pisau tajam di tangannya. “Rio?” tanyanya. “Aku akan membalas kematian Selly.” ucap Rio. “Membalas? Apa yang aku lakukan pada Selly? Dia yang melakukannya!” ucapnya sambil menunjuk ke arahku. “Jangan berbohong. Aku yakin itu kamu. Setiap hari kamu hanya menyuruh-nyuruhnya seperti pembantumu. Membentaknya dan terkadang menyiksanya. Apakah itu gunanya teman?” tanya Rio dengan penuh emosi.

Ia berjalan mendekati Lynda yang semakin mundur. “Kamu harus merasakan ini!” ucap Rio sambil menampar Lynda hingga ia jatuh ke tanah. “Rio! Shella yang melakukannya. Percaya padaku.” ucap Lynda. “Bisakah kamu menggunakan mulutmu itu untuk mengatakan kebenaran?” tanya Rio sambil mencoba menusuk Lynda. Aku terkejut lalu menarik Lynda.

Aku ingin mengatakan bahwa aku pelakunya, namun aku tidak bisa bicara, tak ada waktu untuk menulis. Rio yang dipenuhi dendam terus mendatangi Lynda. “Kamu harus bertanggung jawab Lyn.” ucapnya lalu menendang Lynda yang berada di sampingku. Kulihat Rio mulai mengangkat pisaunya untuk menusuk Lynda. Kulindungi Lynda dengan tubuhku dan kurasakan sebuah benda tajam mulai masuk ke pungungku. Sakit, itu yang kurasakan.

Mungkin inilah yang bisa menebus kesalahanku. Kulihat setetes demi setetes darah menetes di lantai. “Shella?” ucap Lynda lalu mencabut pisau di punggungku. Kulihat Rio sudah pergi setelah menusukku. “Shella? Bertahanlah.” ucap Lynda. Aku tersenyum padanya. Berharap dia mendengar permintaan maaf dariku. “Maaf Shell. Aku selama ini jahat padamu. Bertahanlah, aku akan membawamu ke rumah sakit secepatnya. Aku akan menyelamatkanmu.” ucapnya sambil menangis di hadapanku.

Baru kali ini aku melihatnya begitu tulus. Tidak seperti biasanya, dia yang sekarang lembut dan baik. Aku sadar, ini sudah saatnya pergi. Mataku sudah tidak terlalu jelas untuk melihatnya, sedikit demi sedikit kututup mataku dan akhirnya semuanya menjadi gelap. Kulihat ada cahaya putih di sana. Kudatangi dan kulihat ada Selly dan Salsa.

“Hai. Ayo pergi.” ucap Selly.

Aku sadar, balas dendam bukanlah jalan yang tepat. Memang terkadang, dunia dipenuhi dengan ketidakadilan, namun jalan satu-satunya untuk mencapai keadilan itu sendiri adalah dengan berbuat baik. Karena dengan selalu berbuat baik, akan membawa kita ke jalan yang benar, jalan keadilan dan kesuksesan. Mengenang apa yang terjadi, aku tersenyum lalu mengikuti mereka.

The End

Cerpen Karangan: C. Hanna
Ig: 21_CHN
Let’s Be Friend ^^

Cerpen Di Balik Keheningan (Part 2) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Devil (Part 1)

Oleh:
Kulangkahkan kakiku menyusuri koridor sekolah yang telah gelap itu, mataku tak henti-hentinya mengedarkan pandangan ke setiap jengkal tempat yang kulewati. Aku harus menemukan pria itu, tekatku dalam hati. Tepat

MyCerpen 6: Mayat Selera Rakyat

Oleh:
Gak indah banget rasanya… Liburan selama dua bulan, tapi tak banyak berkesan selama minggu pertama ini. Walaupun kenyataannya belum ada kepastian Aku bakal Lulus atau tidak, tapi masa sih

Perempuan itu

Oleh:
Karina melangkahkan kakinya menuju meja paling pojok bagian kanan, dan menaruh tasnya di kursi tersebut. Masih untuk pagi untuk datang ke sekolah, kelasnya pun masih sepi dan hanya terdapat

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

3 responses to “Di Balik Keheningan (Part 2)”

  1. Malika Sekar R. says:

    Keren….ceritanya kayaknya bisa dilanjutin, gimana pemakamannya,sikap rio dan lainnya (hanya saran ya)

  2. Ahemsa says:

    Ikut terbawa ceritanya
    Atau bisa dijadiin novel mungkin
    Dengan tema psycho

  3. Sri Maryati says:

    Ceritanya bagus Teruslah berkarya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *