Ayah

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Keluarga, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 11 March 2017

Bel pulang sekolah berbunyi, aku segera buru-buru pulang. Kata ibu, hari ini nenek datang ke rumahku. Aku ingin meminta nenek bercerita tentang ayahku yang entah pergi kemana.
Oh ya, namaku Monalisa Christine. Aku tinggal di Jogja dan sekarang duduk di bangku kelas 6 SD. Aku hanya tinggal bersama ibuku sejak ayah menghilang 4 tahun yang lalu.

“Aku pulang!” seruku.
Aku melihat sekeliling. Pantas saja ibu tidak menyambutku, ternyata ada nenek, kakek, dan kakak sepupuku yang dari desa.
“Wah, Lisa sudah pulang,” ucap Kak Dea, kakak sepupuku.
Aku mengangguk. “Nek, ayo cerita tentang ayah. Aku ingin tahu banyak tentang ayah.”
“Sabar, Sa. Nenek baru datang loh, biarkan nenek istirahat dulu,” kata ibu padaku.
“Tidak apa-apa, ayo sini nenek ceritakan!”

Nenek sudah bercerita banyak tentang ayah padaku. Kata nenek, ayah dulu ingin pergi ke Jakarta untuk menyusul kakek yang bekerja di sana. Namun, setelah 2 minggu ayah pergi tidak ada lagi kabar tentangnya. Hingga sekarang, tak ada kabar lagi tentang ayah.

Empat tahun kemudian…
Di sinilah aku berdiri, di Jakarta. Aku dan kedua temanku mewakilkan sekolah untuk lomba cerdas cermat antar sekolah.
Macet. Itu kesan pertamaku ketika sampai di Jakarta. Sehingga membutuhkan waktu sekitar 2 jam lebih dari bandara ke hotel tempat aku menginap.

“Akhirnya sampai juga!” seruku senang.
Clara, salah satu temanku mengangguk. “Yup, aku setuju.”
“Lisa, Clara. Kita harus turun ke lantai bawah sekarang juga. Acara cerdas cermat akan dimulai,” ucap Vivi.

“Lisa, kamu bawa peniti?” tanya Clara. “Kita kurang 1 peniti untuk memasang name tag.”
“Kalau gitu, kita beli peniti saja di toko depan hotel, tunggu aku sebentar ya!” jawabku.

Setelah membeli peniti di toko, aku segera berlari menuju hotel.
“Clara, ini penitinya,” kataku sambil menyerahkan peniti kepada Clara.
Vivi memegang tanganku, “Sa, tadi kamu dipanggil sama panitia acara. Katanya mau dibagikan soal-soal cerdas cermatnya.”
Saat aku hendak menghampiri panitia acara, seorang laki-laki menepuk pundakku, “kamu Lisa kan?”
Aku tersenyum dan mengangguk, berharap bahwa laki-laki itu adalah ayahku.
“Em… ayahmu menitip salam untukmu,” ucapnya. “Dia sudah meninggal sebulan yang lalu karena sakit. Selama ini, ayahmu bekerja di hotel ini. Saya adalah pemilik hotel ini. Dulu, ayahmu tertabrak mobil dan akhirnya kehilangan sebagian memorinya. Namun ia selalu mengingat kamu dan ibumu. Ia ingin sekali memberi kalian surat dan uang, namun ia lupa alamat kalian.”
“Dan akhirnya, saya menemukan alamat sekolahmu dan mengadakan lomba cerdas cermat, dan saya senang sekali karena ternyata kamu mewakili sekolahmu. Rencananya saya akan mempertemukan kalian. Namun sayang, ayahmu sudah lebih dulu meninggal.”
Senyumku kian memudar. Tak menyangka bahwa ayah sudah meninggal sebulan yang lalu.
“Terima kasih, pak. Walaupun ayah telah tiada, namun saya bahagia ayah masih mengingat saya.”

Cerpen Karangan: Dorothy Evangeline Irene
Blog: dorothyarticle.blogspot.com
Lahir di Jakarta, 30 Oktober 2004. Sekarang tinggal di Yogyakarta. Yang ingin kontak-kontakan bisa lihat di socmednya:
Instagram: @dorothy.irene & @evirethy
FB: Dorothy Evangeline Irene
Ask.fm: @dorothyirene

Cerpen Ayah merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Lossing You

Oleh:
“Baiklah, jika tidak ada sanggahan maupun pendapat maka rapat kali ini saya tutup dengan bacaan hamdallah”, “Alhamdulillah”. Akhirnya rapat terakhirku bersama kalian semua, membahas tentang pelantikan pengurus OSIS periode

Mengarang Tapi Tak Jadi Pengarang

Oleh:
Maafkan aku, Kek. Ayahku belum sempat membaca tulisanmu atau bahkan membaca nasihat darimu yang kau tulis untukknya 54 tahun yang lalu. Dia bahkan tak pernah membuka buku harianmu yang

Tetesan Air Mata Terakhir

Oleh:
Ani adalah anak bungsu. Setiap hari Ani menjalani hidupnya dengan penuh kecerian, tapi sekarang pupus sudah dengan harapan lebih tak ada artinya. Ani hanya mendapatkan kesedihan yang sangat mendalam.

Pai Berry Itzel

Oleh:
Di terik yang panas itu, masih sempatnya Itzel pergi memetik berry Amberblaze. Ia masuk ke dalam hutan Dinamond yang sangat lebat. Mustahil ia bisa mendapatkan semak berry yang bagaikan

Kata Kata Terakhir Untuk Ibu

Oleh:
Adzan maghrib berkumandang dari masjid dekat rumahku, menggelegar mengajak umat muslim menegakkan ibadah untuk mengingat Sang Pencipta. Ayah dan kakakku bersegera mengambil wudhu dan mengikatkan sarung untuk menutup aurat.

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *