Lucid Dream

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Misteri
Lolos moderasi pada: 27 October 2018

Arnold Baswedan. Itulah nama gue. Oh ya, kalian tau tentang tentang Lucid Dream? Yap. Sebuah kejadian di alam mimpi yang terasa begitu nyata. Dan kau bisa merasakan segalanya di dalam Lucid Dream. Tapi itu hanyalah mimpi.
Dan ya. Gue termasuk seorang Lucid Dreamer tingkat ahli.

So, guys, to the point ajalah oke?
Haha, gue itu broken home. Gue bukan anak kandung di keluarga gue. Tepat sekali, gue anak angkat. Dan sampai sekarang gue nggak ingat siapa orangtua kandung gue.

Malam itu, kedua kakak perempuan gue pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Gue memang nggak ngelakuin apa apa sama mereka. Tiba tiba, kak Rania memukul kepala gua menggunakan botol yang dia pegang sampai pecah. Spontan gue kaget sambil berusaha menenangkan kak Rania.
BRAAKK!!! Justru tindakan gue malah membuat Kak Reyna marah. Dia menendang gue. Kepala gue kebentur tembok. Darah mengucur deras, membasahi baju yang gue pakai.
Gue maklumin itu. Mereka lagi mabuk. Gue nggak ngomong apa apa, langsung bersihin bekas darah yang ada di baju gue.

Mungkin, kalian ngira mereka seharusnya gue ladenin kan? Sudahlah. Mereka cewek, guys. Gue nggak tega mukul cewek. Ketika gue balik lagi, badan Kak Reyna penuh darah.
“Kak! Kakak kenapa?! Kakak!! Bangun, kak!”
Papa lihat gue. Papa salah sangka jika gue yang membuat Kak Reyna begini. Tanpa babibu, papa mengikat kedua tangan gue dan melempar gue ke basement.

“Bukan begini, pa!” Gue teriak teriak panggilin papa. Tapi percuma. Mama saja nggak peduli sama gue. Bagaimana bisa gue keluar?
“Buat apa gue dilahirkan jika kenyataan hidup gue begini?” Air mata membasahi wajah tampan gue. Cengeng sekali ya? Nggak juga. Gue baru kali ini nangis gara gara perlakuan kasar mereka.
Gue diem lama. Kayanya mereka sudah tidur. Gue berusaha ngelepas tali yang mengikat erat tangan gue. Lepas! Dan ketika grendel pintunys gue putar, nggak dikunci!

Gue langsung kemasin barang barang gue. Bawa semua dokumen penting seperti ijazah. Dan uang tabungan gue.
“Terserah kalian. Gue udah capek sama perlakuan buruk kalian sama gue. Tapi terima kasih udah ngerawat gue. Bye.” Gue langkahkan kaki ke luar. Tak peduli apa yang akan terjadi ketika mendapati gue nggak ada di rumah.

Gue terus menjalankan motor tanpa arah. Hei! Ini motor gue sendiri yang gue beli hasil tabungan gue selama 5 tahun. Mata gue terarah ke kostan yang nggak jauh dari tempat gue berpijak. Langsung saja gue hampirin.
“Bu, masih ada kamar kosong?” Tanya gue.
“Oh, masih ada, nak. Kamar depan, lantai 2 nomor 10. Ini kuncinya. Perbulannya 150,”
Gue keluarin duit dari dompet. Bergegas menuju kamar. Kost nya lumayan bagus. Ramai juga. Untuk lantai 2 khusus laki laki. Lantai bawah khusus perempuan.

Setelah sampai di kamar, gue rebahin badan yang hampir remuk ke kasur. Tangan gue ngaduk ngaduk isi tas, mencari charger hp.
“Lex, kalo nyariin gue jangan di rumah. Lo ke sini aja. Kost 15, jalan cempaka nomor 2. Kamar gue lantai 2 nomor 10.” Send. Gue kirimin pesan singkat ke Alex. Oh ya, Alex sahabat gue.
“Oke bro. Otw ke sana.” Balasnya.

Jujur saja, gue kangen sama orangtua kandung gue. Seperti apa wajah ayah? Apalagi ibu? Entahlah. Gue terlalu lelah menghadapi ujian di dunia. Gue terlelap dalam lelah.

“Aku ada di mana?” Gue ngerasa, terus berjalan tanpa arah. Di ujung jalan, ada sebuah pohon besar. Gue beristirahat di sana.
“Ayunan? Udah lama nggak main ayunan,” gue bermain sendiri. Berharap gue jatuh kepelukan ibu. Seseorang mendorong ayunan ini pelan. Ketika menoleh ke belakang, sosok lelaki paruhbaya tengah tersenyum ke arah gue. Ayah?! Usapan tangan lembut mengusap rambut gue. Ibu?! Gue melompat. Kok ringan? Badan gue seringan kapas. Langsung saja memeluk ayah dan ibu.
“Kenapa kalian membuangku ke panti asuhan? Ibu bilang akan menjemputku kan? Kenapa ibu bohong padaku?” Derai air mata membasahi wajah gue. Ibu nggak ngomong apa apa. Hanya tersenyum sambil ngusap kepala gue. Sesuatu narik gue keras. Dan, gue terbangun!

ADVERTISEMENT

“Hoi! Malah tidur. Kenapa, Arn? Lo kabur?” Ternyata Alex.
“Iya. Jadi gini, gue disiksa sama kakak gue. Papa salah paham, dikira kalo gue yang nyiksa. Terus ngunciin gue di basement. Pas semua udah tidur, gue langsung kabur keluar rumah.” Nggak sadar jika gue cerita sambil nangis.
“Udah, Arn. Lo cowok. Harus tegar. Kok nangis sih? Sini gue peluk,”
“Ogah! Najis amit amit!”
“Lah kan gue tawarin. Kali aja lo mau gue peluk,”
“Najis anjir! Kaya homo aja! Sono jauh jauh dari gue!”
“Ya elah. Bercanda kali, Arn. Hahaha,” Alex malah terbahak melihat gue. Nggak tau juga sih, gue malah ikutan terbahak.
Alex itu teman yang baik. Dia selalu ada gue lagi susah ataupun senang. Nggak jarang dia ngajakin gue liburan bareng keluarganya biar gue tenang.

Hari pun semakin larut. Alex pamit pulang.
“Bro, nanti kalo ada apa apa, lo telepon gue aja ya,”
“Sip dah. Makasih udah nemenin. Kalo mau kesini lagi, ajakin si Daniel biar rame,”
“Oke bro. See u!” Alex melaju dengan motornya.

Gue kembali ke kamar. Melanjutkan mimpi yang belum terselesaikan.
Gue mulai memasuki alam mimpi. Ayah dan ibu masih nunggu gue di sana.
“Ayah! Ibu! Arn kembali!” Gue berhambur kepelukan ayah dan ibu. Rasanya seperti kembali ke usia 5 tahun. Dimana sebelum gue dibuang kepanti asuhan.
Sebuah cahaya menyilaukan mata lewat didepan gue. Seketika tempat gue berpindah.
“Ini di mana lagi? Ayah! Ibu!” Gue berteriak sambil menyusuri bibir pantai. Sepertinya gue ada di tepi pantai. Badan gue melayang.
“Hah?! Gue terbaaang!!” Badan ringan gue melayang diangkasa. Mengelilingi dunia mimpi. Oh indahnya. Andaikan gue bisa ngerasain di dunia nyata. Ayah dan ibu ada di sebelah gue. Tersenyum bersama gue. BRAK!! Sakit! Gue menabrak sesuatu yang keras. Pohon ini lagi? Apa maksud dari semua mimpi ini? Ayah meninggal tertabrak bus hingga badannya hancur. Tepat di depan mata gue. Ibu meninggal dicekik oleh orang yang tak gue kenal.
“Hentikan itu! Dasar keparat!” Gue berusaha menolong ibu. Tapi, terlambat.

Gue bangun ketika jam menunjukkan pukul 4 pagi. Sial, mimpi apa itu tadi? Gue langsung mandi dan segera sholat subuh.
Pikiran gue masih kacau. Terbayang dengan mimpi yang tadi. Gue keluar dari kost, membeli beberapa camilan di supermarket.
Dan gue lihat ada lelaki paruhbaya yang mati ditabrak bis hingga badannya hancur, sama seperti di mimpi gue tadi. Gue menoleh kearah kanan, gue lihat seorang ibu yang tewas dicekik.
Deja vu? Gue harap ini bukan orangtua kandung gue. Gue tetap jalan, tanpa mempedulikan sekitar. Gue mengambil beberapa camilan. Entahlah, bisa gila jika gue begini terus.

Setelah itu, gue balik lagi ke kost. Gue tatap diri gue ke arah cermin.
“Sialan!!” PRANG!! Tangan gue secara spontan memukul kaca tersebut. Beberapa serpihan kaca terselip di dalam kulit gue. Anak kost yang lain segera menolong gue, membawa gue ke rumah sakit terdekat.

Gue langsung mendapat perawatan intensif. Alex dan Daniel datang dengan sangat panik.
Dokter tak membiarkan keduanya masuk.
“Arnold kumat lagi kayanya. Gue sempat lihat, dia mukul kaca.” Ujar Alex.
“Ada ada aja tuh anak. Kenapa sih?”
“Frustasi, Dan. Dia disiksa sama keluarganya.”

Dokter keluar. Gue perhatikan, masih ngobrol sama Alex dan Daniel. Gue berjalan ke arah jendela.
“EH, ARNOLD! WOI KAMPRET LU MAU BUNUH HAH?!” Alex berlari mencegah gue sebelum gue melompat. Tangannya memegang baju belakang gue.
“Lepasin! Biarin gue mati!”
“Enggak bakal gue lepasin! Lo mati nggak ada gunanya, Arn!”
“Bodo amat! Gue mau ke dunia gue sendiri! Gue mau ketemu ayah sama ibu gue!”
“Dia di sini kampret!”
“Hah? Tarik gue anjir! Nanti gue jatuh!” Alex menarik gue ke atas. Dan gue lihat dua orang di depan sana. Ayah dan ibu?
“Anta!”
“Kok Anta sih?”
Ibu memeluk gue erat. “Namamu yang sesungguhnya adalah Anta. Dan orang yang mengadopsimu mengganti namamu menjadi Arnold. Namamu Ananta Baswedan. Maafkan ayah dan ibu, nak. Ibu janji tak akan meninggalkanmu lagi.”
“Tanganmu kenapa?” Tanyan ayah. Gue diam, nggak bisa jawab.
“Keluarga angkatku menyiksaku. Kupikir melampiaskan kekesalan dengan cara melukai diri sendiri akan membuat diriku lebih baik. Ternyata tidak,”
“Sudahlah, Anta. Ayah dan ibu sudah ada di sini. Jangan lakukan hal bodoh ini lagi ya?”

Gue hanya mengangguk. Gue pikir, mimpi deja vu itu benar benar terjadi. Ternyata bukan. Ayah dan ibu masih hidup. Kini mereka ada di sini, bersama gue.

12 tahun lamanya tak bertemu. Dan akhirnya gue benar benar ketemu orang tua kandung gue. Terima kasih. Kalian banyak membantu gue.

END

Cerpen Karangan: Qoylila Azzahra Fitri
Blog / Facebook: Qoylila Azzahra Fitri

Cerpen Lucid Dream merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Pembantaian Di Asrama Putri

Oleh:
Jingga, Rachell dan Melisa tinggal di sebuah Asrama Putri. Mereka sekamar dan juga seangkatan. Asrama Putri yang mereka tinggali ini, ternyata memiliki sebuah kisah tersendiri. Asrama Putri ini adalah

Bayangan Yang Hilang

Oleh:
Cahaya gelap kebiruan menembus kaca jendela kamarku. Kelopak mata yang masih melekat erat, aku paksa untuk membuka. Perlahan aku mencoba membuka kedua kelopak mataku, tatapan mataku tertuju ke arah

Alien

Oleh:
Namaku adalah Abraham Lee, aku adalah sebuah remaja introvert yang berumur 16 tahun dan sedang mencari tujuan hidupku. Aku merupakan korban bully, aku dibully karena aku percaya dengan alien,

Dactylogram

Oleh:
Aku termenung melihat hasil forensik berupa sidik jari yang sedang aku pegang saat ini. Sidik jari ini merupakan sidik jari paling unik menurutku. Kau tahu mengapa aku memegang kertas

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *