Kutunggu Abu Abu

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam), Cerpen Persahabatan, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 14 August 2017

Aku masih berada dalam buaian mimpi indahku, saat tiba-tiba seseorang meneriakkan namaku. Membuatku seketika melonjak mendapati Anya sudah ada di kamarku. Menggoyang-goyangkan tubuhku, memaksaku untuk bangun. Aku hanya menggeliat, ini masih pagi. Baru saja jam setengah tujuh, bagiku sekarang masih subuh. Aku mendengus, “Ada apa, hah? Gangguin orang tidur aja sih”.
Anya melotot, “Kau sudah berjanji mau menemaniku ke sekolah. Kan aku sudah bilang hari ini aku pengumuman, Harum.. kenapa kau jadi pelupa gini sih?”. Aku baru ingat kalau kemarin aku mengiyakan ajakan Anya untuk menemaninya ke sekolah. Aku mendengus, kembali memeluk bantal. Anya kembali berteriak, “ayolah Rum, apa susahnya sih menemaniku?”
“Sekarang tugasmu adalah mandi dan siap-siap. Aku akan menunggumu di bawah, 15 menit.” Anya menggendong Haci, kucing peliharaanku dan melenggang pergi. Hah, apa maksudnya? Aku harus mandi dalam waktu 15 menit? Anya pasti sudah gila.

Anya adalah sahabat terbaiku dari kami lahir. Ya, memang benar, rumah kami dekat, orangtua kami bersahabat. Kami pernah enam tahun bersama dalam balutan seragam merah putih. Baru setelah itu, kami memilih jalan kami sendiri. Aku melanjutkan ke SMP N 2 Banjarnegara, sedangkan Anya memilih SMP N 5 Banjarnegara. Tapi jangan salah, kami masih bersahabat baik, berbeda sekolah malah semakin melekatkan kami. Saling berbagi cerita tentang sekolah kami masing-masing, saling menggurui saat ada tugas. Dan itu menyenangkan bagiku, karena kami memiliki cerita yang berbeda satu sama lain.

Sekarang adalah waktu kami untuk segera menuju gerbang putih abu-abu. Ya, kami telah lulus smp. Dan seperti biasa, aku dan Anya memilih tempat yang berbeda kembali. Aku memilih SMK N 1 Bawang, sedangkan Anya memilih SMK N 2 Bawang. Sebenarnya sekolah kami masih searah, tapi lebih jauh sekolah Anya. Disaat smk-ku sudah memulai waktunya membayar biaya, sekolah Anya baru pengumuman. Dan inilah akibatnya. Anya memintaku menemaninya.

Sebenarnya aku juga butuh Anya untuk menemaniku ke sekolah. Jadi ya sudahlah, aku segera bergegas. Kami berangkat kurang lebih pukul delapan dengan kendaraan umum. Sesampainya di sana, aku mengambil nomor antrian. Dan mendapat urutan ke-42. Huh, masih lama. Karena juga ada pengambilan atribut dan pengukuran baju nantinya. Anya sudah tidak sabaran, memintaku untuk ke SMA-nya terlebih dahulu.

“ayolah, Rum. Aku bisa telat nantinya. Nomor antrianmu juga masih lama banget. Kau tau kan, sekarang hari terpenting dalam hidupku. Ayolah, aku ingin tau pengumuman secepatnya.” Anya sudah memohon-mohon kepadaku. Menatapku dengan tatapan seperti anak kecil yang ingin dibelikan balon.
“Kau benar juga, Nya. Buat apa menunggu mematung di sini. Lebih baik cuci mata sebentar kan?” sahutku yang segera disambut bahagia oleh Anya. “Itu baru temanku. Ayo, aku hampir telat”. Anya tersenyum lantas bersemangat menggandeng tanganku.

Hari ini cuaca kota kami cukup panas. Saat musim kemarau seperti ini, adalah saat-saat yang tepat untuk memanggang kulit. Belum lagi polusi yang menguar di setiap sudutnya. Membuatku ingin lenyap saja sekarang. Anya pun merasakan hal yang sama. Terbukti pada tampangnya yang memasang wajah merengut, sambil mengibaskan sebelah tangannya untuk menciptakan angin.

“Hei, itu busnya. Ayo cepat Rum.” Anya mungkin terlalu bersemangat untuk melihat hasil pengumuman tesnya hingga tak memedulikan tanganku yang memerah karena genggamannya yang terlalu kuat. Aku hanya menurut, lantas masuk ke bus yang cukup lengang. Kami memilih bangku yang paling belakang. Mensyukuri angin kencang yang datang melalui celah jendela dan pintu bus yang terbuka.
Anya menoleh ke arah ku, “Kau tau, banyak hal tak terduga yang akan terjadi dalam hidup kita, Rum. Entah itu hidupku, atau mungkin hidupmu”.
“Mungkin. Aku berharap sesuatu yang tak terduga itu terjadi pada hidupmu saja, aku terlalu kasihan melihat hidupmu yang standar-standar saja tanpa ada warna seperti hidupku.” Aku membalasnya sambil tersenyum licik penuh kemenangan, Anya yang kalah telak pun langsung diam.
“Hei, apa kau punya rencana cowok mana yang akan kau incar nantinya di sekolahmu?” Inilah Anya, dia akan mengganti topik saat dia kalah, dan mencari sesuatu untuk ‘balas dendam’. “Ah, kenapa aku bertanya, pastinya belum kan. Sudah kuduga, ckckck.” Balas Anya dengan mahkota kesombongannya itu. Aku hanya terdiam, bukan karena aku kalah melawan Anya dalam kasus ini. tapi aku sedang malas untuk meladeni ‘anak kecil’ di sampingku ini.

Aku menatap lurus ke depan, tak tertarik pada pemandangan yang menyapa melalui kaca bus yang transparan ataupun mendengarkan ocehan Anya. Hei, siapa itu? Seorang pemuda dalam balutan seragam putih biru dengan logo sekolahku. Aku tidak bisa melihat wajahnya, karena dia menghadap ke depan, membelakangiku.
Aku menyikut Anya, “Hei, itu anak satu sekolah denganku. Lihat, logonya. Aku sangat yakin itu pasti siswa SMP N 2 Banjarnegara.” Aku berseru semangat. Mata Anya ikut menyelidik, dan mengangguk menyetujui.
Anya kemudian menoleh ke arahku, “Lalu, apa yang mau kau lakukan? Kau mau basa-basi dengannya? Uhmm, misalnya ‘hei, kau satu sekolah denganku kan?’ “. Aku ingin sekali menjitak kepalanya sekarang, “Dasar bodoh. Bagaimana kalau dia akan menjawab ‘apa kau tidak lihat logo-ku?’ itu pasti akan memalukan, Anya.. apa otakmu tidak bisa berpikir nor…” Kalimatku menggantung begitu saja. Aku dan Anya sama-sama terkejut mendapati pemuda itu berjalan ke arah kami. Wajahnya tidak asing, aku tau dia. Sepertinya dia hampir turun, dan tujuan kami sama! Dia mengucapkan SMK 88 kepada kondektur bus.

Entah mendapat perintah dari mana, tiba-tiba tanganku sudah meraih tasnya dan sedikit menariknya. Dia menoleh, lantas aku bertanya, “Kau mau mendaftar di mana?” mataku tiba-tiba membaca name-tagnya. Panji! Ah ya.. dia Panji. Aku mengingatnya dengan jelas.
Suaranya terdengar santai saat menjawab pertanyaanku, “Aku mau mendaftar di SMK N 2 Bawang. Lalu, kau sendiri?”
“Aku di SMK N 1 Bawang.” Mungkin semua orang yang mendengarnya akan tau bahwa aku ‘sedikit’ gugup. Dia tertawa kecil, “Lalu, untuk apa kau ke sini?” Bersamaan dengan itu, alisnya ikut terangkat.
“Umm, aku menemani temanku.” Kataku sambil menunjuk Anya. Dia mengangguk, “Oh ya, ngomong-ngomong kau mengambil jurusan apa?” aku bertanya padanya, “Teknik Komputer dan Jaringan. Kau sendiri?” dia balik bertanya.
“Teknik Komputer dan Jaringan juga.” Dia hanya merespon senyuman.

Akhirnya kami sampai di SMK N 2 Bawang. Anya menggandeng tanganku dan berbisik pelan, “Siapa namanya? Kau sudah membaca name tag-nya kan?” Aku mengangguk, “Panji.. ya, namanya Panji. Aku lupa nama panjangnya.” Aku mengangkat bahu. Panji berada di depan kami, dan menyeberang santai menuju SMK 88. Aku menghela nafas pelan, ‘sesuatu tak terduga telah terjadi padaku hari ini’.

ADVERTISEMENT

Kaki kami menyusuri setiap jengkal SMK N 2 Bawang. Bangunan dengan warna serba kuning itu terlihat sangat mencolok, dengan pohon-pohon yang bisa dihitung dengan jari. Suasana di sini ramai, banyak siswa-siswa smp lainnya selain kami yang datang. Panji, entahlah dia menghilang ke mana. Anya sedang sibuk berbincang dengan teman dari smp-nya, aku tidak tertarik untuk terlibat dalam percakapan asyiknya itu. Aku hanya berdiri bersandarkan tiang kokoh -yang juga berwarna kuning— sambil mengecek ponselku.

Tiba-tiba, suara berat seorang pria memantul di segala penjuru sekolah, mengumumkan bahwa pengumuman akan diundur satu setengah jam lagi. Suara-suara helaan nafas dan gerutuan menggantung di udara. Termasuk Anya, dia berjalan gontai ke arahku. “Bagaimana ini, Rum.” Tanyanya seraya memasang tampang memelas. Aku berfikir sejenak, lantas berseru pada Anya, “Bagaimana kalau kita ke sekolahku dulu, baru setelah itu kita ke tempat ini lagi. Jadi waktunya tak sia-sia kan? Lagipula, giliranku untuk membayar administrasi pasti sudah dekat. Ayolah Anyaa, temani aku dulu.” Setelah terdiam beberapa saat, Anya mengangguk. Kami kembali menuju ke halte di depan sekolah Anya, menunggu bus—lagi.

Tak butuh waktu lama, kami sudah tiba lagi di SMK N 1 Bawang, sekolahku. Dan benar saja, sekarang sudah nomor urut 37, empat orang lagi adalah giliranku. Aku dan Anya duduk menunggu di bangku antrian yang sudah disiapkan. Sesekali aku beranjak dari kursi untuk menyapa teman-temanku yang juga mendaftar di sini.
Proses pembayaran administrasi berjalan lancar, setelah ini aku harus mengukur baju dan mengambil atribut. Setelah itu, barulah aku dan Anya kembali ke sekolahnya. Ya, memang. Kami seperti orang gila yang bolak-balik tidak jelas, bukan?

Beberapa saat kemudian, kami sudah sampai di sekolah Anya, SMK 88 Jakarta. Papan-papan yang akan digunakan untuk pengumuman penerimaan peserta didik baru sudah disiapkan. Anya terlihat gugup, hal itu bisa dilihat dari jemarinya yang tak bisa diam. Tiba saat pengumuman agung itu, Anya menarik tanganku ke arah papan pengumuman. Mata kami segera berkerja mencari nama Anya. Cukup sulit memang mencari nama Anya dalam keadaan begini, banyak orang yang mengerubuti papan pengumuman ini. bahkan bisa dibilang kami berdesak-desakan. Aku sudah menyerah mencarinya. Untungnya Anya bisa menemukan namanya dalam daftar peserta yang diterima, dia lantas memelukku dan ‘sedikit’ berteriak, “Haruumm… Aku diterimaaa. Kau harus ikut bahagia dengan keberhasilanku ini.”
“Cukup Anyaa.. Aku sesak nafas.” Sungguh, aku sesak nafas dalam dekapan Anya. Pelukan Anya membuatku jadi pusing. Setelah Anya sadar bahwa pelukannya itu menyiksaku, dia lantas melepasnya seraya meringis memohon maaf. Anya juga bertemu dengan teman-temannya dan saling mengucapkan selamat. Aku yang telah bebas dari Anya pun iseng-iseng melihat papan pengumuman. Entah kenapa, mataku mencari nama ‘Panji’. Dan ya, ini namanya. Panji Umbara, dia menempati posisi ke-12 dari atas. Ini sungguh luar biasa! Kuakui Panji memang ‘cukup’ pintar.

Aku dan Anya lantas pulang, kami menaiki bus lagi, dengan rute yang sama lagi. Kali ini aku bisa menikmati pemandangan yang berlarian di pinggir jalan. Entah kenapa, aku merasa bahagia. Entah bahagia untuk Anya, atau bahagia untuk yang lainnya. Yang jelas aku tidak tau alasan apa yang membuat hatiku menjadi seperti ini.

Waktu berjalan cepat tanpa terasa. Seminggu pun berlalu sejak kejadian aku bertemu dengan Panji, proses administrasi, dan papan pengumuman Anya. Rasanya sangat tentram dua bulan tanpa memikirkan tugas, ulangan, matematika dan teman-temannya. Entah kenapa, aku sempat beberapa kali memikirkan Panji. Bertanya-tanya kapan aku akan bertemu dengannya lagi setelah kejadian itu.

Hari ini, tanggal 25 Juli, Anya kembali memintaku menemaninya ke sekolahnya karena ada pengumuman mengenai kegiatan PLS (Pengenalan Lingkungan Sekolah). Pagi-pagi buta dia telah mengirim pesan singkat dan meneleponku. Anya pun cukup heran melihat sikapku yang tak seperti biasanya. Biasanya, aku paling malas dan selalu banyak alasan kalau diminta untuk menemaninya. Tapi sekarang aku justru berseru senang saat Anya mengajakku. Dan seperti janji Anya, dia datang ke rumahku pukul delapan pagi dengan teman satu smp-nya, Janna yang juga mendaftar di SMK N 1 Bawang sepertiku. Walaupun baru berkenalan dengan Janna, aku langsung bisa akrab dengannya. Kami saling bertukar cerita, terkadang cerita-cerita yang tidak penting untuk dibicarakan sebenarnya. Tapi, inilah cara kami untuk saling mengenal.
Janna juga bercerita banyak hal, tapi dia lebih banyak bercerita tentang pacarnya, Ruston, yang juga mendaftar di SMK N 2 Bawang, bersama Anya dan juga, Panji. Janna dan Ruston sudah berhubungan cukup lama, lebih dari 1 tahun. Aku sebagai remaja yang tidak atau mungkin belum punya pacar cukup heran dengan mereka, para pasangan kekasih.
Aku mengatakan hal ini pada Janna, “Sebenarnya apa sih manfaatnya pacaran? Cuma ngabisin uang dan waktu buat hal-hal nggak penting kan?” Itu opiniku, dan memang benar kan? Janna mungkin cukup tersinggung mendengar ucapanku, tapi Janna tau kalau aku tidak serius saat mengatakannya.
“Harum, mungkin benar apa katamu. Pacaran itu cuma ngebuang-buang waktu. Tapi jangan lihat dari sisi negatifnya aja dong. Menurut banyak orang, dan termasuk aku, pacar itu bisa jadi penyemangat kita, temen curhat, jalan bareng, dan masih banyak lagi deh. Aku yakin kau pernah mengalami itu.” Janna tertawa sambil memeluk pundakku saat mengatakan itu.
“Yaya, terserah apa katamu.” Sahutku sambil merengut, Janna menang telak kali ini. Aku memang pernah mengalami pacaran dalam hidupku. Bahkan aku mengalami tiga kali hubungan pacaran yang selalu berakhir dengan kata putus yang kuucapkan sendiri. Hal itu terjadi karena semua hubungan yang kujalani tak pernah tercipta karena adanya rasa saling menyayangi seperti halnya pasangan pada umumnya. Jujur, aku belum pernah bisa benar-benar menyayangi seseorang. Atau mungkin jatuh cinta.
Dan aku tidak tahu, apa jalan hidupku nantinya. Apakah aku akan bertemu dengan Panji di sana, semuanya masih terasa abu-abu untukku. Tapi aku tidak bisa berbohong. Aku mencintai Panji, sejak awal pertemuan kami…

Cerpen Karangan: Amalia Rifani
Siswa SMK N 1 Bawang

Cerpen Kutunggu Abu Abu merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Tak Disangka

Oleh:
Kak Aga terus saja menyetir mobilnya. Tentu saja akan mengetahui kemana kak Martha pergi. Dengan kecepatan sedang, laju mobil mulai berhenti. Tiba-lah di suatu tempat untuk minum minum gitu

Kebetulan

Oleh:
Hidup penuh teka-teki yang sulit ditebak. Kenyataan yang kadang tak masuk akal. Semuanya sering disebut sebagai “kebetulan”. Waktu yang tak kutahui dan mungkin ia pun tak tahu, kadang menyatukan

Aku Hanya Ingin Teman

Oleh:
‘Gubrak’ terdengar bunyi pintu yang ditutup sedikit keras. Seketika aku membaringkan tubuhku di tempat tidur yang empuk menurutku. Teringat aku akan kejadian beberapa menit yang lalu. “Lin, kok kamu

Ungkapan Cinta Untuk Dia

Oleh:
18 September 2014, Aku hanya bisa terdiam, melihat kelakuannya yang tidak seperti dulu, hal yang paling tidak aku suka adalah menjadi dan memiliki mantan. Kisah indah dalam sebuah hubungan,

Sahabatku dari Amerika

Oleh:
Namaku Pricilia Stevi. Biasanya di panggil Prici. Aku anak tunggal dari sebuah keluarga yang cukup bagus dan hebat. Hobyku membaca buku dan sesekali suka online. Dari siang hingga pukul

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *