Mengaji Oh Mengaji

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Islami (Religi), Cerpen Pengalaman Pribadi
Lolos moderasi pada: 14 February 2016

Cerita ini terinspirasi dari kisah nyata yang benar-benar ku alami. Namaku Farah Aulia Ghufran, biasa dipanggil Farah oleh teman-teman. Sambil menyeruput sedikit teh hangat, pikiranku kembali pada sesuatu yang mengingatkanku enam tahun yang lalu. Tahun 2009 silam, aku duduk di kelas dua SD. Kala itu aku masih berusia tujuh tahun. Suatu pagi sebelum sekolah, ibu menawariku satu macam hal.

“Farah, lusa Ibu daftarin ngaji ya di TPA-Alfata! Di sana banyak nanti temannya. Apalagi ada Hani, anaknya Tante Ida,” ujar ibu sambil mengikat rambutku menjadi dua bagian.
“Ya Bu, aku mau,” jawabku terus-terang. Kemudian ibu mengangguk dan tersenyum memandangku.

Lusa pun berlalu. Hari ini, aku akan berangkat mengaji dengan diantar oleh ibu melalui sepeda motor. Sesampainya di tempat tujuan, aku bersembunyi di balik tubuh ibuku karena malu. Tak lama kemudian aku berkenalan oleh dua orang ustadzah yang kebetulan mengajar di TPA. Yaitu ustadzah Qoyim dan ustadzah Khoi. Karena aku baru iqro jilid satu, maka aku diajarkan oleh ustadzah Khoi.

Ini pengalaman hari pertama. Aku masih membaca iqro dengan huruf a dan ba. Ketika membacanya, ada seseorang anak laki-laki yang memegang al-qur’an. Kemudian mengejekku karena aku masih membaca iqro. Hari selanjutnya, aku mulai lancar membaca iqro. Tapi aku merasa kesepian juga, hanya mempunyai teman seorang saja, yaitu Hani. Aku juga ingin duduk bersama kakak-kakak senior lainnya. Seperti Kak Wahyu, Kak Intan, dan lainnya. Tapi mereka menolakku entah mengapa. Seperti sore hari ini ketika aku berangkat mengaji dan baru sampai di TPA.

“Farah, jangan duduk di barisanku ya!” ucap Kak Wahyu padaku. Aku mengedikkan bahu tak peduli, lalu duduk di barisan bangku dengan tas berjejer berwarna triple pink. Hanya tas hijauku yang kelihatan paling mencolok. Tiba-tiba Kak Wahyu berjalan mendekatiku.
“Eh… Tadi kan aku sudah bilang, jangan duduk di barisanku,” marah Kak Wahyu.
“Eh, iya, aku lupa,” kataku sedih. Lalu berusaha mencari meja kecil sendiri dan mengangkatnya. Aku tak paham. Hari ini Hani tidak berangkat. Apalagi tidak ada yang mau duduk bersamaku.

Beberapa menit kemudian, ustadzah Khoi masuk tanda pelajaran akan dimulai. Pertama-tama berdoa sebelum mengaji, lalu aku tadarus. Selepas itu, ada pelajaran Kromo Inggil, yaitu bahasa Jawa Halus. Aku yang kala itu masih kelas 2 SD, aku tak terlalu mengerti hingga ketika ada soal aku mendapat nilai 5. Tetapi nilai itu cukup memuaskan menurutku. Aku juga sering tidak memiliki uang saku. Berangkat mengaji, aku hanya membawa air minum seadanya.

Hari berlalu dengan cepatnya. Tak terasa, aku sudah sampai pada al-qur’an. Jadi, aku harus pindah ke kelas ustadzah Qoyim. Aku juga sudah duduk di kelas 4 SD. Kemudian aku mengajak Jihan, adikku untuk ikut mengaji. Lumayan rasanya, mempunyai teman mengaji selain Hani. Sayangnya, Hani telah hijrah ke Bandar Lampung. Suatu ketika aku memanjat pohon belimbing kecil yang berada di halaman masjid TPA. Aku ingin mengambilnya karena ingin memutihkan kuku. Tiba-tiba saja aku menginjak dahan yang patah, hingga…

KREKKK…
DBUGG…

Aku terjatuh. Waktu berjalan begitu cepat. Aku meringis sambil menahan rasa sakit yang menyelimuti kakiku. Jihan memapahku berjalan menuju dalam mesjid. Ada kalanya ketika Jihan tidak bisa berangkat mengaji, aku berangkat sendiri. Untunglah aku mempunyai teman baru yang aku panggil Mbak Yeni. Walaupun ia orangnya dingin, tetapi hingga akhirnya kami berteman karena ia memiliki rumah satu desa denganku.

Beberapa bulan akhir-akhir ini, aku malas mengaji entah mengapa. Alasannya pasti selalu ada. Yang mengantuklah, tidurlah, sakitlah, libur dululah, dan alasan lainnya yang kurang masuk akal. Hingga akhirnya aku dimarahi oleh bapakku karena tidak mengaji, aku memutuskan untuk berangkat dengan marah dan sedih bercampur baur. Apalagi hari ini ada hapalan mutiara hadis. Dan parahnya, aku belum mempunyai catatannya karena aku beberapa kali tidak berangkat. Jika pinjam, aku sangat minder. Akhirnya sebuah ilham licik melintas di benakku. Entah itu bujukan Syaiton atau bukan. (tapi jangan ditiru teman-teman). Aku meringkuk di sudut dinding sambil memegangi kepalaku. Kemudian, aku mengeluarkan air hujan dari pelupuk mata. Mbak Nada yang duduk di depanku melihatku dengan keheranan. Lalu…

ADVERTISEMENT

“Farah, kamu kenapa? Kok nangis?” tanya Mbak Nada.
“Kepalaku pusing…” jawabku berpura-pura. Yah… Padahal itu bohong banget.
“Aku bilangin ustadzah Qoyim ya biar kamu pulang aja daripada tambah parah,” kata Mbak Nada. Aku menganggukkan kepala tanda setuju. Kemudian, ustadzah Qoyim mengizinkanku pulang. Dan aku balik ke rumah dengan diantar sepeda oleh Mbak Wahyu.
“Makasih Mbak…” kataku ketika sampai di depan rumah.

Mbak Wahyu cepat-cepat mengayuh sepedanya untuk kembali ke TPA. Aku tertawa dengan licik. Ternyata acting yang ku lakukan berjalan dengan sempurna. Padahal aku masih kelas 4 SD. Apakah aku berbakat menjadi artis? Tapi jangan coba ditiru. Ini tidak baik. Bertahun-tahun lamanya aku mengaji sehingga secara alami aku telah menginjak kelas 6 SD. Sebentar lagi khataman akan diadakan. Tetapi aku masih al-quran juz 23 karena sering tidak berangkat mengaji. Untung aku mempunyai teman seperjuangan, yaitu Mbak Juwita. Tetapi ia sudah juz 25. Karena ingin mengejar ketertinggalanku, setiap hari, minimal aku bertadarus paling sedikit 6 lembar.

Sampailah di tahun 2013, aku khatam al-qur’an. Malam hari, khataman diadakan. Aku membawa ayam jago matang atau yang disebut ingkung jago dalam bahasa Jawa. Dalam khataman ini, aku ditugasi membaca surah al-Quraisy. Sebelumnya aku membaca doa khatam al-qur’an bersama teman-temanku yang lain. Mengaji oh mengaji. Begitulah kisah mengajiku. Toh, mengaji juga membutuhkan perjuangan. Aku tidak memiliki teman, biasa tidak memiliki uang saku, dan terus tertinggal catatan pelajaran karena sering tidak berangkat. Tapi akhirnya aku bisa juga menjalaninya. Ingatanku buyar saat namaku dipanggil oleh ibu. Aku segera meletakkan teh di atas meja dan berjalan menuju sumber suara.

Cerpen Karangan: Farah Aulia Ghufran
Facebook: Farah Aulia G

Cerpen Mengaji Oh Mengaji merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Dia

Oleh:
‘Apa Abang pernah dengar cerita ini?’. Dia membuka kisah gosip di sekolahnya dengan pertanyaan yang mustahil kutolak. Jarang –atau bahkan tak ada– lelaki semacamku yang tertarik dengan cerita murahan

Masa Lalu yang Kesenangannya di Awal

Oleh:
Panggil saja namaku manda aku duduk di kelas 2 smk jurusan administrasi. Pagi hari tepatnya hari libur hari raya idul adha, aku pun bergegas ke masjid untuk solat idul

Hijrahku

Oleh:
Gadis kecil itu mengingatkanku betapa bahagianya aku dulu, saat aku masih bisa tersenyum lebar tanpa memikirkan beban, bahagia bersama ibu dan ayah. Aku gadis yang sangat manja, diikat rambut

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *