Pulang

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam), Cerpen Cinta Islami, Cerpen Patah Hati
Lolos moderasi pada: 26 February 2018

Untuk sebagian besar orang, waktu pulang adalah waktu yang selalu dinantikan. Tapi tidak denganku. Sudah berbulan-bulan yang lalu, aku benci waktu pulang. Waktu pulang membuatku gelisah. Kebenaran tentang rumor yang selalu dibicarakan orang tiap pagi, istirahat dan pastinya waktu pulang sangat mengangguku.

Saat ini, masih pukul 13.03. Berkali-kali aku menyingsingkan lengan seragamku lalu kepalaku menunduk, mengecek jam tangan yang melilit di pergelangan tangan. Tengadah melihat jam dinding kelas. Sama. Dalam hati aku bernafas lega. Masih tersisa waktu lima puluh tujuh menit lagi menuju waktu pulang.

Karena bosan, aku merebahkan kepalaku di atas lipatan tangan. Kepalaku mulai memutar kilasan tentang seseorang yang kukagumi. Dia~ Septian.

Waktu itu awal pertemuan kami. Sederhana saja. Saat acara FORTASI, dia adalah ketua kelompok kami. Dari sana kami semakin dekat. Dia adalah sahabat yang terbaik sekaligus paling sering menyakitiku.

Mungkin, memang di sini aku yang salah. Terlalu berharap pada seseorang yang terlalu jauh kuraih.

Aku pernah memposting quotes di akun sosmedku yang berisi tentang curahan isi hatiku. “malam kini terang oleh bulan. Tapi di sana tiada bintang yang menghiasinya. Karena bintang-bintang itu sedang kugenggam untuk kemudian kusimpan baik-baik. Agar, saat kau memandang malam, kau akan menghampiriku lalu meminta bintang yang kusimpan jika kau menginginkannya.” tiba-tiba setelah selang beberapa detik kemudian aku mempostingnya, sebuah dering notifikasi muncul membuatku gugup.
Septian mengomentari satatusku!

Tapi saat kubaca apa komentarnya, satu tetes air mata lolos membasahi pipiku. Yang dia pedulikan bukan perasaan sahabatnya. Tapi, “ternyata kamu jago bikin kata-kata. Buatin dong, buat gombalin Si Doi,” begitu komentarnya. Kenapa aku menangis? Karena kukira dia mulai peka dengan perasaanku, nyatanya tidak. Dia malah sedang jatuh cinta dengan Seli. Teman sebangkuku.

Kenapa aku tahu? Karena Septian sering curhat mengenai Seli juga selalu menghampiriku untuk sekedar bisa lebih dekat dengan Seli.

Pernah waktu itu aku bergurau saat Septian sedang menggombali Seli. Gurauan yang menjadi boomerang bagi diriku sendiri. “Ngapain nunggu lama-lama sih Yan, tinggal tembak aja langsung jadi. Pulang sekolah waktu yang tepat. Itu saran gue!” seketika Septian terbahak lalu tangannya mengibas-ngibas di udara. “Bener Na. Saran yang bagus. Gue setuju banget. Ooops!” Sedangkan Seli sedang terbelalak dengan pipi yang bersemu merah. Awalnya responku sama terbahak dengan Septian. Tapi saat kulihat rona merah di pipi Seli tawaku berubah menjadi senyum kecut.
Ternyata~ Seli juga menyukai Septian.

Dan semenjak itu Septian sering curhat bagaiman cara menembak yang bagus agar Seli menerimanya. Aku hanya menjawab acuh, “cari aja di Si Mbah Google Yan,”

ADVERTISEMENT

Setelah enam bulan lamanya Septian tidak kunjung menembak Seli membuatku cemas sendiri. Dan waktu pulang menjadi waktu paling membuatku gelisah. Karena pertanyaan, “kalo enggak kemarin, berarti hari ini. Juga kalo enggak hari ini berarti besok?” selalu menghantuiku.

“Na-na, ayo pulang!” teriak seseorang membuat posisi badanku tegap.
“Siap bu!” jawabku lantang. Hening.
Kepalaku berputar melihat sekeliling. Ternyata sudah waktunya pulang.

“Na-na, ayo cepetan! Lama amat sih” teriak Seli lagi.
“Iya diem lo cerewet!” setelah membereskan isi tasku aku menghampiri Seli.

“Na-na. Hari ini gue seneeeng banget! Lo tau gak–”
“Kagak!” potongku cepat.
Seli kemudian menjentikkan jarinya di depan mukaku.
“Yaiyalah ogeb! Lo dari tadi molooor aja! Orang pada teriakin lo Anaaaa! Anaaaa! Sini! Bangun! dari lapang sama koridor rame-rame lo gak denger! Jadi acaranya udahan lah. Terus gue susul lo ke sini aja, takut lo kenapa-kenapa.” tuturnya membuat jantungku cemas.

“Emang gue molor yah?” gumamku.
Seli tersenyum. Lalu dia tiba-tiba menghentikan langkahnya membuatku juga ikut menghentikan langkahku. “Kenapa” tanyaku.
“Sebelum gue cerita, gue boleh tanya?” aku mengangguk. Sambil menunggu dengan detak jantungku yang sudah liar dari tadi.
“Jujur sih, sebenernya siapa yang lo cintai sekarang ini.” setelah pertanyaan itu lolos dari mulutnya, dalam hati tak henti-hentinya aku merapalkan kalimat ‘laa ilaaha illallah’ berharap Allah memberiku kekuatan agar aku tidak menangis saat ini juga.

Tanpa bisa kucegah, mataku menjadi berkaca-kaca. Kuusap wajahku secepat mungkin lalu melangkah kembali. “E-enggak ada Sel,” sial! Tremor melanda.
“Oh ya udah, tadi kan gue lagi…” setelah itu aku tidak mendengarkannya. Aku sibuk menenangkan perasaanku yang seolah tercabik-cabik dan layaknya luka menganga yang diberi garam. Perih.

Aku suka kejujuran, sungguh. Tapi aku tidak bisa jujur saat ini pada temanku sendiri adalah pacarnya.

Sambil melangkah menuju parkiran, aku coba introspeksi diri. Sebenarnya apa yang selama ini kubenci. Pulang? Nyatanya aku memang membenci pulang. Lebih tepatnya pulang bersama sahabatku, Seli.
Silahkan bilang aku jahat, munafik, atau apapun. Karena aku sendiri memang mengakuinya.

“Tunggu lo pulang sama siapa?” tanyaku saat seseorang berperawakan seperti Septian melambaikan tangannya pada kami.
“Sama pacar, Septian!” senyum kecut dariku adalah responnya.
Lantas aku segera mengantarkan Seli menuju Septian.

“Lo pulang bareng kita aja. Reptil, Na. Yuk!” ajak Seli antusias.
“Iya Na. Keburu sore.” tambah Septian.
Kepalaku menggeleng. Lalu memberi mereka senyuman manis, “enggak ah. Kalian duluan aja.” kataku susah payah.
Kemudian mereka pergi meninggalkan Aku yang berjongkok menutup muka dengan kedua tangan, “Ya Allah … AllahuAkbar…” jeritku disela isak tangis.

Mungkin, selama ini aku salah telah membenci waktu pulang. Harusnya aku membenci diriku sendiri yang telah mengabaikan-Nya. Maafkan aku ya Tuhan, telah berharap selain pada-Mu. Mengharapkan cinta Septian bukan cinta-Mu.
Padahal segala cinta hanyanlah kepada-Mu.
Dan aku belajar dari waktu pulang ini, bahwa jika hatimu tiada tenang, mencemaskan sesuatu yang tidak seharusnya, mengharapkan sesuatu padahal pada kenyataannya harapan itu malah menyakitiku, ingatlah Tuhan.

“Sebenarnya saat kamu berharap pada seseorang, Tuhan itu cemburu. PadaNyalah kamu seharusnya mengharapkan segala sesuatu,” kutipan kata-kata bijak yang pernah aku dengar namun aku abaikan maknanya.

Cerpen Karangan: Ana Raini
Facebook: dana.aprilyers[-at-]facebook.com
Nama lengkap saya, Ana Anggi Anggraini. Tinggal di kabupaten tasikmalaya. Lahir di tasikmalaya tanggal 01 april 2001.

Cerpen Pulang merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Tengkleng Solo

Oleh:
“Yakin tidak ada yang tertinggal,” Tanya Bang Rey ketika aku memasukkan satu buku kecil ke dalam saku tas. Aku menggeleng, mengangkat tas rangsel dan menggendongnya di punggung. Penerbangan masih

A Wind Of Change

Oleh:
Berjalan di bawah rintik-rintik hujan membuat Nafisa seperti menemukan hal yang baru. Tetesan hujan sore itu membasahi kerudung abu-abu yang dikenakannya. Bahkan tetesan hujan itu juga telah menembus jaket

Hurt

Oleh:
Awalnya kita teman sepermainan. Selalu merangkai impian masa depan. Matanya sipit senyumnya manis dia jago inggris! Sementara aku… jago matematika! itu pun kata nya. Sepuluh tahun lengkap rasanya sekian

Terbelahnya Hati Daku

Oleh:
Saat mentari mulai menampakkan wujudnya, semua makhluk memulai aktifitasnya. Daku yang masih duduk di sekolah negeri Yogyakarta segera bergegas ke sekolah guna menuntut ilmu. Hari demi hari daku lewati

Cinta Yang Hilang

Oleh:
Pagi ini mentari bersinar cerah menyapa makhluk hidup untuk segera bangun dari tidurnya. Ku lihat jam dinding menunjukkan pukul 06.30. Sudah saatnya berangkat ke sekolah. Setelah berpamitan kepada kedua

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *