Jawaban di Panti Werdha

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Kehidupan
Lolos moderasi pada: 28 June 2013

Menjelaskan bahwa neraka tidak bertempat dan tidak berwujud. Neraka adalah alamnya jiwa manusia yang lupa kepada Allah. Karena pada waktu hidupnya tidak menyembah Allah atau tidak taat kepada perintah Allah, melanggar larangan Allah. Maka ketika badan jasmani tidak mampu lagi mengambil anasir tanah dan air di dunia ini maka jantung berhenti (mati), pada saat itulah jika angen-angen tidak ingat Allah maka jiwanya masih hidup merekam semua perbuatan nya di dunia dan mengingat ingat semua yang dicintainya, harta, benda, anak, saudara, pangkat dan lain-lainnya sehingga jiwanya berada di alam kafiruna atau neraka. Sampai kapan? sampai angen angennya ingat kepada Allah. Ibaratnya seperti tidur bermimpi senang susah silih bergani, kadang-kadang marah-marah, rasa panas tetapi panasnya hati karena yang diinginkannya selalu gagal.

JAWABAN DI PANTI WERDHA.

Sering orang menggambarkan keadaan neraka disamakan dengan keadaan dunia yang dirasakan badan jasmani. Didalam hatiku selalu bertanya-tanya “neraka” kalau ada dimana, dan mengapa orang masuk kedalamnya. Pertanyaan batin itu sudah lama kulupakan dan tidak kupikirkan lagi. Tetapi kegiatan rutinitasku kali ini secara tidak sengaja memberiku jawaban atas pertanya-an ku tersebut, yang disampaikan oleh seorang Nenek di panti Werdha.

Sudah jadi kebiasaanku setiap hari Minggu aku mengunjungi panti werdha. Jam 8.00 aku berangkat dari rumah naik sepeda menuju panti werdha yang letaknya tidak jauh dari rumahku, hanya beberapa blok dari rumahku dan masih satu kelurahan. Kubawa buah pisang ambon untuk oleh-oleh seorang Nenek yang tinggal di salah satu kamar di panti tersebut. Dia sangat senang kalau di ajak ngobrol dan di dengar cerita pengalaman hidupnya, sampai aku tidak bisa menyela sepatah katapun. Tetapi aku senang mendengarnya karena dia bisa tertawa akan cerita lelucon yang diceritakan sendiri. Dan membuat orang lain senang itu adalah dharma yang harus dikerjakan oleh setiap umat.

Aku sandarkan sepeda buncitku. Aku melangkah menuju ruang tamu dan kebetulan Nenek yang kukunjungi itu keluar, dengan hingar bingar menatapku seolah telah lama tak berjumpa. Aku sambut tangannya dan kucium pipinya dengan hangat, sambil aku menyerahkan buah pisang ambon kesukakannya. Kemudian dia mengucapkan terimakasih dan selanjutnya berkata: “nak tiap hari aku menantikan pertemuan ini, Nenek berharap janganlah kau bosan mengunjungi Nenek”. “Tidak nek” jawabku seraya, sambil kugandeng tangannya yang kecil itu ke tempat duduk.

“Bagaimana penekerjaan di kantor, lancar ta”, kata Nenek memulai pembicaraan nya.
“Dahulu waktu Nenek masih dinas, tidak pernah membawa pekerjaan ke rumah. Semua pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Nenek diselesaikan di kantor. Tetapi jaman sekarang kelihatannya kurangan waktu, berada di rumah tidak untuk keluarga tetapi untuk pekerjaan”.
“Iya nek ada yang masih membawa pekerjaan di rumah, kadang-kadang karena dari tanggung jawabnya. Tetapi banyak juga yang tidak.”
“Kalau tentang kejujuran, sejak dulu sampai sekarang hanya sedikit yang mau memegang prinsip” kata nenek mengkritisi maraknya korupsi saat ini. Karena idialisme pengorbanan semakin luntur, sehingga hal yang keliru tidak ada yang membetulkan, semua hanya memburu mencukupi kebutuhan nya sendiri sehingga korupsi jadi budaya.
Selanjutnya Nenek meneruskan pembiaraannya “Jika pegawai negeri menganggap gaji yang diterima setiap bulannya merupakan upah rutin yang wajib diberikan setiap kehadiran di kantornya, maka setiap gerak kerja yang jadi kewajibannya selalu mengharapkan imbalan, tanpa menyadari bahwa pelayanan umum yang menjadi kewajibannya adalah tugas Negara yang telah dibayar setiap bulan dengan gajinya. Oleh karena itu nak, banyak orang mengeluhkan atas pelayanan pemerintah yang tidak pro rakyat. Karena setiap urusan selalu ada tambahan biaya yang tidak masuk ke kas Negara alias pungli.”

Saya akui kata Nenek itu memang benar keadaan yang terjadi di Negara kita saat ini. Negara kaya tetapi pelayanan terhadap rakyatnya tidak maksimal. Beda dengan Negara maju lainnya, walau Negara miskin hasil bumi, tetapi pemerintahnya sangat melindungi rakyatnya. Di Negara maju, orang seolah-olah sudah tidak memikirkan biaya untuk masa tua karena kesehatannya, tempat tinggalnya, makannya dan rekreasinya semua sudah ditanggung dan di jamin Negara. Oleh karena itu saat dimasa muda orang di Negara maju cukup bekerja keras demi bisa mendharmakan tenaga dan pikirannya untuk kemajuan negaranya, untuk bangsanya bahkan untuk kepentingan dunia. Sudah tidak mencari nekayaan hanya untuk diri pribadi, seadainya toh ditakdirkan menjadi orang kaya mereka merelakan pajaknya dipungut sebesar-besarnya untuk Negara yang akhirnya akan kembali diterima untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dimasa tua yang berupa jaminan kesehatan, tempat tinggal dan kesejahteraan sosial lainnya. Mereka juga merasa bangga karena dapat menyumbangkan pikiran dan tenaganya untuk Negara yang pada akhirnya untuk membantu kesejahteraan kehidupan orang banyak (rakyatnya). Bahkan di Negara Perancis orang asing yang sedang belajar atau bekerja disana kesehatannyapun terjamin, hanya membayar tidak seberapa selebihnya disubsidi Negara. Para mahasiswa asing juga dibantu biaya hidupnya dengan diberi subsidi.

“Nenek apa sebab semua orang memiliki nasib berbeda-beda padahal Tuhan maha murah, dan kita lahir atas kehendak Nya. Dan mengapa ada orang yang bisa menerima dan mensyukuri atas hasil yang di dapat tetapi ada pula orang yang serakah iri dan selalu merasa kurang atas penghasilannya” tanyaku untuk memancing pengetahuan dari orang tua yang telah memegang prinsip falsafah hidupnya. Nenek ini menurut cerita yang saya ketahui dahulu pegawai negeri yang telah mengalami tiga jaman, yaitu jaman kemerdekaan ialah pemerintahan di masa Presiden Soekarno yang masih berbau tradisi pemerintahan Belanda/Jepang, jaman revolusi dan yang ketiga jaman orde baru.
“O ya, yang dimaksud dari pertanyaan ananda saya bagi dua, yang pertama sama–sama dilahirkan ke dunia atas kehendak Tuhan tetapi kok di takdirkan berbeda-beda nasibnya yang kedua kenapa watak manusia kok bermacam-macam singkatnya ada yang bisa mensyukuri dan ada yang tidak bisa mensyukuri atas nasibnya. Begitu ta?” jawab Nenek menyimpulkan atas pertanyaan yang saya maksud. “Iya nek” jawabku singkat. Nenek walaupun telah lanjut usia diatas 80 tahun tetapi masih cerdas dalam menanggapi pertanyaanku yang branta-an. Hanya badan jasmaninya saja yang sudah susut, kulitnya telah keriput sehingga lekuk-lekuk persendian terlihat menonjol.
Kemudian Nenek meneruskan jawabannya demikian “Semua peristiwa yang terjadi di dunia ini, yaitu bermacam-macamnya nasib kehidupan yang diterima oleh umat manusia yang menumbuhkan rasa: senang – susah, untung – rugi, nista – mulia, rendah – luhurnya bangsa, pasang – surutnya Negara, itu dapat menjadi contoh, karena semua itu terjadi dari terlaksananya Hukum Keadialan Tuhan yang abadi. Yang juga menjadi kiasan Petunjuk Sabda Allah yang tidak disampaikan dengan ucapan maupun tulisan, di dalam agama Islam disebut ‘Kalam Iktibar’, atau ‘Kalam Maujudiah’, tetapi bagi yang bisa mengerti membaca keadaan hanyalah orang yang mursid”. Sampai disini aku menyela “Jadi kita hidup di dunia ini dalam ruang lingkup Hukum Keadilan Allah”. “Iya benar nak, kita jangan lupa Allah itu Maha Adil. Kemaha Adilan Allah ini yang tidak boleh kita abaikan, bagi yang percaya atau tidak pasti terkena jalannya hukum keadilan Allah yang kemudian orang menyebut hukum karma, berbuat menyenangkan orang lain akan mendapat balasan kesenangan pula, begitu pula berbuat jahat akan menerima kejahatan pula. Dan sesungguhnya tiada sesuatu yang mempengaruhi ketentraman hati, apabila kita tidak berdosa.”

“Nah mengapa ada orang yang dilahirkan di istana dan ada yang di kolong jembatan” sahutku protes karena menurut sepengetahuanku bayi baru lahir kan belum berbuat melakukan hal-hal yang aneh-aneh kepada orang lain. “He he he itulah yang banyak orang tidak mau ngerti” jawab Nenek sambil mentertawakan aku. Memangnya apa yang lucu dan apa yang didak diketahui banyak orang. Apakah itu suatu rahasia Tuhan, tetapi aku yakin bahwa Tuhan Maha Adil, Maha pengampun.
Tetapi hukum keadilan Allah itu abadi dan tidak akan meleset sedetikpun. Sedang sesungguhnya ciptaan Allah di dunia ini, tidak ada yang abadi semua yang bisa dirasakan dengan panca indra bisa rusak, mati dan akhirnya musnah hilang. Namun keadaan yang tidak kasat mata, yang samar-samar akan kembali pada sumbernya setelah selaras dengan sifat-sifat asal mulanya artinya telah selaras sifat-sifat sumbernya.

“Nenek, apa sih yang tidak banyak di ketahui oleh kebanyakan orang?” tanyaku tidak sabar rasa ingin tahu. “Ya soal nasib bayi” jawab Nenek.
Kemudian meneruskan jawabannya dengan semangat ingin mewariskan pengetahuan yang dimilikinya sebagai berikut: “Mudah-mudahan dengan penjelasan ini nanti kamu sudah bisa mengerti atas kedua pertanyaan yang ingin kau ketahui tersebut. Kita harus mengerti bahwa, badan jasmani yang kelihatan ini memiliki alat panca indra bisa rusak dan akhirnya kembali ke anasirnya. Tetapi badan jasmani halus yang tidak kelihatan didalam diri kita yang disebut jiwa ini, memiliki angen-angen, ada perasaan, dan ada nafsu-nafsu juga akan musnah apabila mau melepas kecintaannya terhadap keduniawian yang bisa rusak itu.”
“Kalau demikian manusia itu punya selubung rangkap yaitu badan jasmani kasar (raga) dan badan jasmani halus yang disebut jiwa. Apa benar nek?” tanyaku menyela. “Yah benar nak, geneya kok pinter” jawab Nenek.
“Iya betul kebanyakan orang tahunya hanya memilki selubung raga saja. Selubung halusnya yang disebut jiwa tidak pernah dirasakan, padahal selubung jiwa inilah yang harus disucikan dari ikatan duniawi, agar roh bisa menyatu kehadirat Allah Ta’alla.”
“Nah hubungannya dengan kelahiran bayi, bagaimana Nek.”
“Pada saat badan jasmani sudah tidak mampu lagi menerima anasir duniawi yang berupa tanah dan air orang kemudian sakit terus meninggal dunia. Nah disaat itulah diperlukan kesadaran terhadap perjanjian hidup (syahadat) yang apabila diresapkan kedalam hati akan membuat angen-angen dan perasaan kita menjadi : 1. sadar bahwa harus kembali ke asal mula hidup ialah sadar kepada Allah, 2. Percaya akan ditutun oleh Nur Illahi kembali kepada Nya, dan 3. Iklas meninggalkan keduniawian. Karena orang selagi hidupnya mampu meresapkan perjajian hidunya (“Syahadat”) kedalam hati sanubarinya, maka ketiga syarat itu telah meresap kedalam jiwa raganya, sehingga ketika ajal menjemput akan mudah dilaluinya. Tetapi sebaliknya apabila dalam kehidupannya membelakangi perjanjian hidupnya (“syahadat”), maka ketika menghadapi ajal ketiga kesadaran hidup tersebut tidak teringat lagi, yang di ingat di dalam angen-angen dan perasaannya hanyalah barang-brang keduniawian yang dicintainya saja. Oleh karena itu setelah badan jasmani rusak, jantung telah tak berfungsi lagi, maka jiwapun masih merekam semua file pengalaman hidupnya di dunia ini. Sampai kapan? sampai angen-angen sadar kepada Allah kembali.”
“Oh begitu ta” aku menyela atas nasehat Nenek tentang jalannya ajal tersebut. “Kalau demikian setelah selubung badan jasmani mati, selubung badan jasmani halus atau jiwa masih hidup, begitu nek.”
“Iya benar, tetapi karena halus maka hidupnya hanya apa yang ada dalam rekaman angen-angen nya saja. Seperti orang tidur bermimpi ngaya wara, tidak bisa berhubungan dengan orang lain baik yang masih hidup di dunia atau yang berada di alamnya. Juga tidak terpengaruh oleh waktu, siang atau malam tidak ada bedanya. Jika ingat akan kemarahan, ya marah terus tiada henti bisa puluhan hari, kalau susah ya susah bisa ratusan hari. Habis susah ganti rasa senang gembira karena ingat yang membuat dia senang selagi hidup di dunia juga bisa berhari-hari. Karena tidak memiliki batasan waktu yang ada hanya bayang-bayang pengalaman hidupnya yang belum di ikhlaskan.

ADVERTISEMENT

Pada saat jiwa kita sadar kepada Allah pertolongan Allah dapat diterima bagaikan besi di dekati magnet, kemudian atas kemurahan Nya seolah-olah ditanya masih ingin menuruti angen-angen keinginannya itu atau akan kembali ke asal mula hidupnya. Karena dorongan jiwa yang belum ikhlas atas kecintaannya di dunia ini maka jawabnya ingin kembali ke dunia kemudian diselubungi badan jasmani lagi didalam kandungan seorang ibu, dengan syarat setelah didunia kelak perjalanan hidupnya akan memetik perbuatan nya sebagaimana yang telah dilakukan dalam kehidupan dimasa lalu. Jika dahulu suka membantu orang lain, budidarmanya besar maka lahir di orang kaya atau hidup dengan belimpah kekayaan. Tetapi sebaliknya kalau dahulu pernah menyulitkan kehidupan orang lain akan dipetiknya sesuai dengan sakit hatinya orang yang pernah dikhianati. Jika daahulu suka merampok, mencuri maka lahir lagi dibawah jembatan sesuai dengan perbuatannya, bila sudah tertebus kemudian bisa memetik kebaikan yang pernah diperbuat di kehidupan masa lalu. Oleh karena itu ada yang dari anak orang miskin dapat bantuan orang lain disekolahkan kemudian menjalani hidup terkecukupan. Nah begitulah nak Nenek sudah capek akan tidur dulu”.
“Kalo begitu hanya ganti selubung kasar saja ya Nek” tanyaku mohon diperkuat pemahamanku.
“Iya betul, hidup memang sekali yang berkali kali ganti kan selubung badan jasmaninya untuk membersihkan selubung halusnya agar suci kemudian musnah kembali ke asal mulanya. Sudah sekian dulu tak istirahat lain kali di sambung main kesini lagi ya”. Wah Nenek kalau sudah mau istiahat tidak mau diganggu.

Demikian Nenek biasanya menutup ceritanya. Sehingga saya tidak bisa bertanya lagi dan tahu diri, saya aturkan : Terimakasih Nenek, sayapun mohon diri semoga lain waktu Tuhan mempertemukan kita lagi”. Kamipun saling bersalaman dan akupun mengambil sepeda ontel yang saya taruh di sudut rumah dengan senag hati kuayuh sepeda buntut menuju rumah. Dalam perjalanan di dalam hati aku bertanya-tanya apakah yang dirasakan angen-angen di dalam jiwa yang belum musnah itu keadaan yang disebut “NERAKA”

Temanggung :19- Juni-2013.

Triyogo

Cerpen Karangan: Triyoga
Facebook: triyoga samsi rahardjo

Cerpen Jawaban di Panti Werdha merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Motor Memorable

Oleh:
Pandanganku mengabur. Sialnya, kaca helm yang menyekap bagian depan wajahku kini penuh rintik air. Berembun lantaran hangatnya nafas terhembus seiring dengan kian buramnya seneri cakrawala abu. Jalan pintas umum

Pucuk Harapan

Oleh:
Siang hari langit teduh dan tampak kebiruan. Matahari bersinar terang tanpa segumpal awan pun yang menghalangi rerimbunan rumpun pohon bambu. Sejuk angin yang berhembus dari celah rerimbunan pepohonan yang

Berbagi Peran

Oleh:
“AAAHHH!” jeritku membahana, tak mampu lagi menahan rasa sakit ini, “SUSTER! SUSTER! Gak kuaaattt.” Seorang perawat bertampang datar menghampiriku, “Sabar ya, Bu. Dokternya belum datang.. Ibu atur napasnya ya.”

Sebuah Pertanyaan (Part 1)

Oleh:
Aku masih termangu di basecamp PMR ketika malam mulai meniupkan nafasnya yang dingin menggigit. Acara besar menanti besok, namun hujan belum juga berhenti. Kubetulkan posisi jaket yang aku gunakan

Terlahir Tanpa Cinta

Oleh:
Malang sekali nasib gadis yang bernama Ningsih itu. Meskipun ia hidup dengan kasih sayang nenek dan kakeknya. Ayah dan ibu selalu memenuhi kebutuhan hidupnya. Tapi ia tak boleh bertemu

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *