Alasan Baik Yang Menyakitkan

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Patah Hati, Cerpen Persahabatan, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 2 July 2023

Laura, dia adalah seorang teman sekelasku yang kucintai sejak masa kecil dulu. Aku diam diam menyukainya selama ini, aku dan dia telah menjalin hubungan sahabat dekat sejak lama. Hingga masuklah tahun kedua masa SMA ku. Aku akan menyatakan perasaan ini padanya. Kurasa akan baik baik saja, karena sampai sekarang ia juga belum memiliki pacar.

“Hei, Arga. Pulang bareng yuk!” Aku menoleh. Seorang menghampiriku, Dava. Aku menggeleng. “Sori hari ini gak bisa.” Ujarku sambil menatap seseorang.
Dava terdiam. Ia lalu melirik dan mengangkat bahu sambil tersenyum. “Baiklah, aku paham. Semoga berhasil, kawan.” Aku menatap punggung sahabatku itu sampai menghilang dari pandanganku. Dia sudah pergi. Baiklah… aku beranjak menghampirinya.

“Laura pulang bareng yuk!”
Gadis itu lalu menoleh, menatapku. “yuk.”
Rencanaku berjalan mulus, ia menerima ajakanku. Tadinya aku khawatir ia menolak karena hendak pulang bersama teman temannya.

Saat melintasi lorong sekolah, aku mendengar kasak kusuk dari beberapa kalangan siswi. “Hei lihat itu, siapa cewek yang berjalan disebelah Arga? Hebat sekali dia bisa mengajak Arga pulang bareng. Bahkan kita sapa saja tak pernah ia menyapa balik.” Temannya lalu menimpali. “Kau tidak tahu, dia itu salah satu cewek yang bisa deket sama Arga. Dia itu sahabatnya Arga. Meski begitu, menurutku mereka tampak serasi.”

Aku melirik Laura yang berjalan disebelahku, ia juga nampak tak menghiraukan mereka. Sesampaimya di gerbang sekolah, kami tak lagi mendengar kasak kusuk itu.

“Udah lama ya, kita gak pulang bareng.” Laura tersenyum. “padahal rumah kita satu arah.” Lanjutnya.
“Kamu benar, kapan terakhir kita pulang bareng ya?”
“Hmm.. Sejak dua bulan yang lalu mungkin.” Ia kemudian tertawa kecil. “Oh ya, Mama nanyain kamu, kenapa jarang keliatan lagi? Biasanya kan pulang bareng.”
“Terus kamu jawabnya apa?”
“Ya.. Mungkin udah punya cewek.”
“Hah? Emangnya kamu tau darimana aku punya pacar? Sampai saat ini aku belum pernah pacaran tau!” ketusku.
Laura tertawa. “Aku tau, hanya asal jawab saja agar mama tak banyak tanya.” Aku melirik, senyumnya mengembang. Berhasil membuat hatiku berdesir. Aku sudah mencintainya sejak waktu yang lama. Namun, ia hanya menganggapku sahabat. Tak lebih. Dan aku tak mau mengecewakannya.

“Kapan kapan main ke rumah lagi ya? Biar aku gak dihujani pertanyaan lagi sama mama.” Laura menoleh masih dengan senyumnya.
“Oke.” Aku mengalihkan pandanganku ke depan. Menghindari tatapannya.

“Laura..” panggilku yang hampir tidak terdengar sama sekali.
Ia menoleh.
“Maaf ya.”
“Hah? Maksud kamu?” Ia bertanya bingung. Aku lalu menghentikan langkah kakiku, menyusul dia. Ia menatapku heran.
Aku menarik napas. Berusaha menghilangkan gugup, lantas menatap Laura. “Maaf aku harus berkata ini. Aku mencintaimu, Laura. Aku tau kamu hanya ingin hubungan kita sebagai sahabat. Tapi, aku gak bisa nahan perasaan ini. Sejak dulu aku selalu memendamnya. Dan kini aku beranikan untuk menyatakan perasaanku. Agar ada beban yang terlepas. Laura, maukah kamu menerima cintaku?” Ujarku sambil menatap matanya dengan serius. Untungnya lidahku ini tidak kelu saat menyatakan perasaan ini. Kalau tidak, hancurlah semua rencana yang hampir terselesaikan ini dengan sia sia.

Gadis dihadapanku terdiam mematung. Pipinya merona, tanda malu. Ia kemudian menunduk. Menyembunyikan wajahnya.
“Dasar bodoh!”
Aku menelan ludah. Jantungku berdegup kencang.
“Lain kali pikir dulu kek tempatnya! Jangan asal jebret kayak gitu. Emangnya aku wanita macam apa hah? Kau mau permalukan aku di depan umum?” kesalnya.
Aku nyengir. Kukira ia langsung menolakku setelah berkata begitu. Namun dugaanku salah. Tersirat sedikit kepedean dalam diriku.
“Tapi karena sudah terlanjur ya sudahlah..” pipinya masih merona. Ia dengan gugup berusaha menatapku. Tubuhku mendadak menegang, jantungku kembali berdegup kencang.

“Aku… senang.”

ADVERTISEMENT

Yes. Ketegangan itu luruh seketika, membuahkan kegirangan dalam hatiku.
“Aku senang, kamu mengatakan yang sesungguhnya. Dan setelah ini tidak ada lagi yang saling menyembunyikan. Sebenarnya aku lebih tidak suka jika dibalik persahabatan kita yang menyembunyikan dari kawannya. Aku tak mau, karena aku telah memaknai arti sahabat ini bersamamu.” Jelasnya.

Hatiku berbunga bunga. Seperti sedang dihujani pujian dari semua orang di muka bumi ini, namun satu pujian lebih dari cukup jika diucapkan oleh dirimu dengan tulus. Langit, awan, matahari, juga Tuhan menyaksikan kita.

“Tapi maaf.. Aku minta maaf. Bukannya aku ingin membuatmu bersedih, tapi sahabat itu sudah cukup buat kita. Aku sungguh tak menolakmu! Aku juga menyayangimu, sebagai sahabat. Bahkan mungkin seperti saudara kandung. Dan.. aku juga sudah menerima cinta dari yang lain.” Ucapannya terhenti. Laura menunduk, tak berani menatapku seperti sebelumnnya.

Aku bergeming. Sungguh terkejut tak percaya. Ternyata aku sudah tertipu kalimat pembukaan darinya. Sekarang aku makin percaya bahwa perempuan itu sulit ditebak alurnya mau kemana. Aku lalu menatapnya sendu, sedikit kecewa. “Siapa dia? Beritau aku.”

Laura masih terdiam.

“Katakan siapa dia?! Kamu bilang kamu tidak suka kita saling menyembunyikan. Beritau aku.” Aku berkata datar menahan gundah.
“Dia Taufan, kelas XII C. Kakak kelas kita.” Lirihnya. Masih dengan menunduk.

Aku terkejut seketika, bak disambar geledek. Taufan? Apa mau dikata? Dia adalah kakak kelas andalanku, yang selalu kupercayai. Mantan ketua OSIS tahun lalu. Terkenal kecerdasannya dan pencapaiannya selama ini. Harapanku patah. Aku tak bisa membantah karena aku telah melihat sendiri bagaimana orangnya. Bahkan kenal dekat. Aku terdiam sejenak.

“Sejak kapan? Kenapa kau baru memberitauku?” tanyaku sinis.
Laura sontak mendongak. Menatapku cemas. “Tunggu! Hanya baru kamu yang mengetahui ini, aku bisa menjamin kau orang pertama yang mengetahuinya. Aku tidak bohong!”
“Oh begitukah? Kalau begitu aku percaya.” Aku tersenyum menyembunyikan perih dihati. Aku tau Laura tak akan pernah berbohong, meski kenyataannya pahit jika ku mengetahuinya.
“Maaf telah mencuri waktumu. Mamamu pasti akan mencarimu. Kalau begitu selamat tinggal, orang yang kucintai. Dan sampai jumpa esok, sahabat terbaik.” Ujarku sambil tersenyum hambar lalu pergi meninggalkannya.

“Arga!” teriaknya dengan serak.
Langkahku terhenti. Namun aku tak menoleh.
“Jika kau ingin tau, aku sebenarnya tidak ingin jatuh dilubang yang sama seperti temanku. Aku sangat percaya bahwa pacaran sebenarnya perusak hubungan. Jangan pernah menyalahkan cinta, jangan pernah pula membenci Taufan. Apalagi persahabatan kita selama ini. Pada akhirnya baru menyatakan saja telah menggoyahkan kepercayaan antara kita. Maafkan aku. Maharga.”

Hatiku perih. Tersayat sayat. Mungkin itu adalah alasan baik darinya, meski saat ini aku belum bisa memercayai sepenuhnya.

Tamat

Cerpen Karangan: Suntree El Falesy

Cerpen Alasan Baik Yang Menyakitkan merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Cup Cake

Oleh:
“Vyn, aku punya sesuatu untukmu”, Arin memberikan satu bungkus cup cake yang telah dibungkusnya dengan cantik menggunakan sebuah kotak berbentuk love “Apa ini, Rin?”, jawab Kelvyn, membuka kotak itu

Oh Ternyata

Oleh:
“Nih buat kamu.” Ucap Nadia sambil menyodorkan minuman dan obat. “Buat?” tanya Andika. “Katanya sakit. Get Will Soon yaa. Jangan sakit.” setelah itu Nadia pergi meninggalkan Andika. Selepas kepergian

Dia dan Dia (Part 1)

Oleh:
Mereka sama kok. Senyumnya, rambut panjangnya, gaya bicaranya, caranya berjalan. Tidak ada perbedaan sama sekali. Dia adalah dia. Dan dia membuatku tersenyum lagi. 07:03. Lena melirik jam tangannya dengan

Kenapa Aku?

Oleh:
Sore itu, langit terlihat sangat gelap padahal waktu masih menunjukkan pukul 16:00, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Aku masih berdiri di depan halte, menunggu angkutan umum lewat. Hai

Harapan Langka

Oleh:
Sekolah ini, penuh dengan anak-anak yang cantik-manis dan ganteng-cool. Tapi itu kebanyakan, ya. Karena aku berpikir kami (aku dan Veni, sobatku) tidak secantik-manis yang mereka kira. Kelasku, kelas 8A,

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *