Thalesfaria (Part 1)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 15 March 2016

Rumah Cinderella berkabung. Awan hitam pekat tiba-tiba muncul di atas rumahnya. Ya, rumah dengan interior sederhana itu menampakkan keseramannya. Beberapa tetangga memasang wajah ketakutan melihat seolah rumah itu sedang kena sihir. Zaman sekarang memang banyak sihir di mana-mana. Banyak peri jahat yang bisa mengutuk siapa pun. Ada pula peri baik yang akan mengabulkan semua permohonanmu. Ada jin di dalam lampu ajaib. Ada kurcaci yang konon bersembunyi di dalam hutan. Ada manusia yang dikutuk menjadi hewan buas. Semua itu ada di zaman ini. Inilah kisah di Negeri Thalesfaria.

“Bunuh mereka!!”

Gadis berambut pirang yang sedang menatap marah itu adalah Cinderella. Mata blue sky-nya terlihat angkuh. Rambutnya pirangnya tergerai dan bergelombang di bagian bawah. Tangannya bersedekap di depan dada. Pakaian compang-camping dan tembel sana-sini tak mengurangi kecantikan dan keangkuhannya. Ah ya, di balik sorot matanya yang terlihat marah dan kesal, sebenarnya ia menyimpan senyum bahagia di lubuk hatinya karena melihat Ibu dan kedua saudara tirinya ketakutan di pojok ruangan. Ruangan itu adalah kamar saudara sulungnya, Tiara.

“Ku mohon, Cinderella, jangan.. Maafkan kami..” melas wajah Ibu tirinya. Wanita rakus itu bisa memohon belas kasih juga ternyata. Padahal selama ini ia mempekerjakan Cinderella secara paksa. Menghukum gadis pirang itu tanpa ampun. Dan sekarang lihat, lutut wanita itu gemetar, air matanya mengalir membasahi pipi. Sungguh adegan yang ingin sekali dilihat Cinderella. Sungguh sekarang gadis itu senang bukan kepalang. Pembalasan untuk ketiga wanita yang sudah merebut Ayah dan kebahagiaannya. “Bunuh mereka, Pangeran…” desisnya dengan senyum kemenangan. Pangeran, seorang berambut putih perak mengayunkan pedang, ketiga keluarga tirinya itu berteriak jangan dengan air mata dan ketakutan di hati mereka.

“Hentikan, Cinderella!” suara wanita berusia senja berhasil menghentikan tebasan pedang Pangeran sebelum mengenai ketiga perempuan itu. Pangeran tidak bisa bergerak seinchi pun. Ini sihir. Sihir yang membekukan tubuh. Ah ya, Cinderella melupakan satu hal. Orangtua baik hati itu pasti mengganggu kesenangannya. “Ada apa, Ibu Peri? Ingin mengganggu?” Cinderella masih menampakkan sikap angkuh. Bahkan senyum menantang ia tunjukkan pada sosok wanita tua yang dipanggilnya Ibu Peri.

“Apa kau tidak ingat kalau aku sudah membantumu untuk dapat menghadiri pesta di istana? Kenapa sekarang kau malah berbalik ingin membunuh saudara tirimu? Dan kenapa kau menatapku seperti itu? Kau tidak punya rasa terima kasih, Cinderella?” tanya Ibu Peri geram. Tongkat sihir di tangannya pun sampai bergetar. Marah, kecewa, geram, sakit hati, semua bercampur jadi satu melihat tingkah gadis yang pernah ia tolong dengan sihirnya.

“Ibu Peri menyesal karena pernah menolongku? Ibu Peri menyesal karena telah salah memilih orang? Karena Ibu Peri kira aku orang yang baik?” Cinderella terkekeh. “Aku ingin mereka mati, Ibu Peri!!” Cinderella menatap tajam ketiga saudara tirinya dan mereka langsung ketakutan. Ia terkekeh pelan. “Ibu Peri tidak berhak ikut campur. Pertolongan Ibu Peri tidak menghasilkan apa-apa bagiku. Pertolongan Ibu Peri tidak berhasil membuatku bahagia bersama Pangeran Charles!!” serunya kesal dengan mata melotot. “Kebaikan Ibu Peri tidak membuatku bahagia sama sekali!!”

“Takdirmu adalah bersama Pangeran Charles, Cinderella,” ujar Ibu Peri meyakinkan. Ia prihatin melihat Cinderella -si gadis baik hati menjadi pembunuh macam ini.
“Dan takdirku untuk disiksa oleh mereka? Menderita sepanjang waktu?” nada suara Cinderella meninggi.
“Aku bisa melihat kau akan berakhir bahagia dengan Pangeran Charles asal kau… Kyaaa!!!” tubuh Ibu Peri tiba-tiba tidak bisa bergerak. Di lantai bawahnya terbentuk lingkaran besar yang mengeluarkan cairan hitam pekat, perlahan-lahan menyelimuti tubuh Ibu Peri.

“Apa yang kau lakukan, Cinderella?” teriak Ibu Peri mencoba melepaskan diri dari cairan hitam tersebut namun nihil. Cairan itu merangkak naik, perlahan demi perlahan, pelan hingga menutupi lehernya, lalu sampai di ujung rambutnya. Cinderella tersenyum senang sementara ketiga saudara tirinya bertambah takut. Tidak tahu akan seperti apa nasib mereka? Menjadi seperti Ibu Peri-kah yang sudah dimakan oleh kegelapan? Mantera diucapkan. Sihir dipindahkan. Bunuh pemilik sebelumnya dan sihirnya akan menjadi milikmu seutuhnya. Tangan kiri Pangeran yang tidak memegang pedang mengarah pada cairan hitam yang menyelimuti tubuh Ibu Peri. Seorang manusia bisa menjadi penyihir. Dengan syarat…

Craaaattttt!!!

ADVERTISEMENT

Begitu tangan itu mengepal, cairan itu muncrat ke segala arah. Teriakan histeris dari ketiga saudara Cinderella begitu terkena cairan hitam itu. Tubuh Ibu Peri hancur bersama cairan hitam. Lingkaran besar itu perlahan hilang. Pangeran sudah bisa menggerakkan tubuhnya lagi. Syaratnya, kau harus punya niat yang kuat untuk menjadi seorang penyihir. Kau harus dalam keadaan terkena sihir. Ucapkan mantera ini. Sihir miliknya akan menjadi milikmu dan bunuh dia agar kau benar-benar menjadi seorang penyihir.

“Terima kasih, Cinderella,” Pangeran berambut perak itu tersenyum senang. Ia merasa ada sebuah kekuatan besar di tubuhnya. Kekuatan yang membuatnya tidak lagi menjadi seorang manusia.
“Kalau begitu, bunuh mereka, Pangeran!!”

Baiklah. Ini adalah kisah tentang Cinderella dan Pangeran berambut perak. Ini hanya awal. Setelah Cinderella membunuh Ibu dan kedua saudara tirinya dengan bantuan Pangeran, mereka bersembunyi di dalam Hutan Narada, mendirikan kerajaan kecil namun nyaman untuk ditinggali berdua. Pangeran, dengan kekuatan sihirnya, membuat rumah Cinderella penuh dengan akar-akar pohon yang tidak akan bisa ditebas oleh siapa pun juga. Rumah itu tampak tua dan menyeramkan. Para warga bertanya-tanya apa yang terjadi dengan rumah Cinderella namun tidak ada yang mampu menyingkirkan akar-akar yang melilit rumah tersebut. Akhirnya mereka berkesimpulan bahwa rumah itu telah dikutuk oleh peri jahat karena sebelumnya ada awan hitam pekat di atas rumah tersebut dan berangsur-angsur mulai menjauhi rumah itu. Jauh di dalam rumah, ada sesuatu yang berkilau di dalam kegelapan. Sesuatu yang kadang bersinar terang hingga ke seluruh bagian rumah lalu sinarnya meredup lagi. Sesuatu yang sengaja ditinggalkan oleh Cinderella. Sepatu kaca. Hanya satu, bagian kiri.

“Akhirnya… tempat tinggal kita berdua,” Cinderella tersenyum senang lalu duduk di salah satu sofa ruang tamu.
“Aku sudah lama tak melihatmu tersenyum seperti ini,” Pangeran ikut duduk di samping Cinderella namun agak menjaga jarak. Cinderella tampak cantik sekarang. Dengan tatanan rambut pirangnya yang ia gelung ke atas dan long dress biru muda. Cantik, anggun, sama seperti saat ia mendatangi pesta di istana Pangeran Charles, pesta untuk mencari pendamping hidup si pangeran namun berakhir tak seperti yang diinginkannya.

“Pangeran, siapa namamu sebenarnya?” tanya Cinderella. Matanya yang lentik menatap Pangeran berambut perak itu dengan seksama. “Panggil saja aku Pangeran. Suatu hari nanti kau juga akan tahu siapa namaku yang sebenarnya.” Pangeran hanya tersenyum simpul lalu menatap ke luar jendela. “Lalu, apa tujuanmu menjadi seorang penyihir?” Pangeran tertegun sejenak, berpikir lalu dirinya menyunggingkan senyuman.
“Bukan urusanmu, Cinderella. Karena aku sudah membantumu untuk membunuh saudara tirimu dan kau sudah membantuku menjadi seorang penyihir, maka mulai sekarang kita harus bekerja sama.”

Cinderella yang mendengar jawaban dari Pangeran mengedipkan matanya beberapa kali. “Baiklah. Aku mau bekerja sama denganmu, Pangeran karena kau sudah membuat hidupku jauh lebih berarti.” Cinderella tersenyum lagi. Senyum yang tidak ia tunjukkan pada Pangeran sebelum mereka pindah ke hutan ini. Pangeran tadi bilang apa? Sudah lama ia tidak melihat Cinderella tersenyum seperti ini? Lucu sekali. Padahal mereka baru bertemu kemarin. Sebelum-sebelumnya pun, Cinderella masih bisa terseyum. Pada tikus yang menjadi temannya keseharian, pada burung-burung yang menemaninya menjemur pakaian, pada Ibu Peri saat ia disihir menjadi gadis cantik jelita, dan pada… Pangeran Charles. Selamat tinggal mimpi indah bersanding dengan Pangeran Charles. Cinderella tak akan memimpikannya lagi. Karena di sini ada Pangeran, orang yang baru saja ditemuinya kemarin.

“Kau sedang apa, Putri?” saat itu Pangeran memergokinya tengah melamun di salah satu cabang pohon. Cinderella terlonjak kaget. Padahal di Hutan Narada ini jarang ada pemburu karena keangkerannya dan banyaknya binatang buas. Cinderella ke sini pun tak berharap bisa pulang dengan selamat. Ia bahkan sudah siap jika harus diterkam beruang hutan atau dimakan harimau dan sebagainya.

“Aku tanya padamu, sedang apa, Putri?” Pangeran bertanya sekali lagi. Senyumnya mengembang.
“Se-Sedang apa Anda di sini? Pangeran seperti Anda tidak seharusnya ada di sini! Anda bisa diterkam binatang buas dan kerajaan akan… akan…” Pangeran membungkan bibir Cinderella dengan jari telunjuknya.
“Aku bertanya sekali lagi, sedang apa Putri ada di sini?”
“A-Aku….” Cinderella gelagapan.
“Mari saya antar pulang, Tuan Putri..”
“Ti-Tidak perlu! Aku tidak ingin pulang! A-Aku mau di sini saja! Ka-Kalau Anda ingin pulang, silakan pulang sendiri. Apakah penampilanku seperti seorang putri? Aku bukan tuan putri!!”

“Kalau begitu saya akan menemani Anda sampai Anda mau pulang,” Pangeran duduk di salah satu cabang pohon. Ia mengeluarkan sebuah apel merah segar dari kantong yang dibawanya. “Mau?”
“Boleh,” Cinderella langsung menerima dan memakannya. Ia belum makan sedari pagi. Ia duduk tepat di samping Pangeran. “Apa… kau pernah melihat seorang penyihir?” tanya Pangeran. Matanya menatap lurus ke pohon—pohon yang berdiri gagah di hadapan mereka.

“Maksud Anda Ibu Peri?” tanya Cinderella begitu kunyahan pertamanya berhasil ia telan.
“Ya! Apa kau pernah bertemu dengannya?” seru Pangeran lalu menatap Cinderella antusias.
Cinderella mengangguk. “Memangnya kenapa?”
“Jika kau bisa mempertemukanku dengannya, aku akan mengabulkan seluruh keinginanmu.”
“Cinderella!!!”
“Keinginanku? Keinginanku… aku ingin membunuh Ibu dan saudara tiriku supaya aku tidak menderita lagi.”
“CINDERELLA!! HEI!!”
“Ah, iya, Pangeran!! Maaf aku melamun!” Cinderella langsung memasang senyum manis.

“Kenapa kau hobi sekali melamun?” Pangeran mendesah keras. “Kau lihat ini?” Pangeran menunjukkan benda di telapak tangannya. Kristal berbentuk hati sebesar genggaman tangan. Kristal itu bersinar biru cerah namun di tengahnya meskipun terlihat samar namun dapat terlihat bahwa itu adalah noda hitam.
“Ini adalah hati penyihir. Sebelumnya ini adalah hati Ibu Peri namun sekarang menjadi hatiku. Kekuatannya adalah kebaikan dan kebahagiaan manusia. Karena aku telah membunuh manusia, jelas ada noda hitam di dalamnya dan aku harus menjadikannya putih lagi dengan cara membahagiakan manusia.”

“Kenapa… kau mengerti sekali tentang penyihir?” tanya Cinderella heran.
Pangeran menatap Cinderella sejenak. “Kau tidak perlu berpikir keras mengenai diriku. Karena aku sudah membantumu, kau harus membantuku untuk menjernihkan hati ini lagi.” kristal hati yang dipegang Pangeran tiba-tiba menghilang. “Ayo! Kita cari seseorang yang membutuhkan kebahagiaan. Semakin banyak kita membuat manusia bahagia, aku akan menjadi semakin kuat.”

“Kenapa kau ingin sekali menjadi kuat, Pangeran?” tanya Cinderella lirih. Ia menatap punggung Pangeran yang menjauh. Banyak pertanyaan yang ada di benaknya. Siapa Pangeran? Dari mana asalnya? Apa tujuannya? Untuk apa ia melakukan semua ini? Cinderella tak boleh ragu. Ia akan membantu Pangeran apa pun yang terjadi. Ia akan menjadi pengikut Pangeran bahkan jika dunia ini membencinya.

“Sama sepertimu. Gadis itu mengalami banyak penderitaan yang diakibatkan oleh Kakaknya. Lihatlah, ia diminta untuk mencari dan uang tersebut ia berikan pada kakaknya,” Pangeran dengan teliti melihat seorang gadis kecil berusia tujuh tahun dan Kakak perempuannya yang berusia sepuluh tahun. Kedua gadis kecil itu ada di lorong sempit sementara Pangeran dan Cinderella ada di atap di atas lorong tersebut.

“Dari mana kau tahu kalau gadis kecil itu butuh bantuan?” tanya Cinderella.
Berkat sihir si Pangeran, mereka bisa langsung sampai di sini. “Entah. Mungkin ini perasaan seorang penyihir yang merasakan kesedihan dari hati manusia.” Cinderella terkekeh geli. “Kau mirip Ibu Peri saja, Pangeran!!”
“Ssssttt!! Ada mereka di bawah!” Pangeran langsung membungkan mulut Cinderella dengan telapak tangannya.
“Sekarang, karena Kakaknya sudah pergi, kau temui anak itu. Cepat! Kau hibur dia!” Cinderella mengangguk.

“Hiks! Hiks!” gadis kecil itu menangis sesenggukan. Cinderella tiba-tiba merengkuh anak itu dan memeluknya.
“Kau kenapa, gadis kecil?” tanya Cinderella lembut.
“Ka-Kakakku jahat… hiks! Hiks!” serunya dengan berderai air mata.
“Aku adalah seorang peri,” Cinderella melepas pelukannya, ia menatap anak itu lembut. “Aku akan mengabulkan semua permohonanmu.”
“Benarkah?” tanya gadis itu takjub dan dijawab anggukan oleh Cinderella.
“Aku… ingin Kakakku mati.”

“Eh?” Cinderella kaget sendiri mendengarnya. Buru-buru ia membenarkan perkataan gadis itu. “Aku adalah peri baik dan aku tidak boleh membunuh orang. Kau gadis yang baik, kan? Membunuh itu bukan perbuatan yang baik. Jika kau ingin aku mengabulkan permintaan supaya kau diberi kekuatan untuk menentang Kakakmu dan menegakkan kebenaran…”
“Aku hanya ingin Kakakku mati! Kalau Ibu Peri tidak bisa mengabulkannya aku akan mencari peri lain!” gadis itu menepis tangan Cinderella lalu berlari pergi.

“Dasar anak itu! Sudah kecil tapi langsung main minta Kakaknya biar mati!” keluh Pangeran setelah turun dari atap dan berdiri di samping Cinderella.
“Seperti… aku, ya?” Cinderella menatap nanar.
“Iya, mirip sepertimu. Ayo kita cari orang lain lagi!” Pangeran melangkah pergi.
“Lalu yang ini bagaimana?!”
“Biarkan saja. Toh dia tidak akan bisa membunuh Kakaknya kecuali…” Pangeran berhenti melangkah.
“Kecuali apa?!” seru Cinderella penasaran.
“Kecuali…” Pangeran mendadak diam. Ia menerawang jauh ke depan.

“Kasus anak itu belum selesai. Besok kita akan tetap menemuinya.” Pangeran melanjutkan langkahnya.
“Pangeran, kenapa kau menyimpan banyak sekali rahasia?” seru Cinderella setelah berhasil menyusul langkah kaki Pangeran. “Aku tidak pernah menyimpan rahasia, kau tahu? Karena cepat atau lambat kau akan tahu… semuanya,” ujarnya datar sambil menatap lurus ke depan. Cinderella menatap malas. Hatinya serasa dongkol. Apa Cinderella bukan wanita yang tepat untuk diajak berbagi cerita?

“Hei, gadis kecil,” seorang gadis berambut hitam pendek bergelombang duduk di pinggir tempat tidur gadis kecil yang tak bisa tidur di tempatnya. “Kakak siapa?” tanya gadis kecil itu lalu duduk di atas tempat tidurnya. Pikiran gadis itu ke mana—mana. Sudah malam dan ada seseorang yang tiba-tiba memasuki kamarnya. Apakah pencuri?
“Aku adalah seorang peri yang bisa mengabulkan semua permohonanmu. Apa permohonanmu?”
“Aku ingin… membunuh Kakakku.” Gadis berambut hitam itu tersenyum, manis. “Baiklah. Aku akan membantumu.”

“Mana uangmu?” seru gadis berusia sepuluh tahun itu galak.
Seperti biasa, di lorong sempit gadis kecil itu menyerahkan uang hasil curiannya.
“Kak Lyra, a-aku ti-tidak berhasil, Kak,” kata adiknya takut-takut.
“Dasar pembohong! Kalau kau tidak memberikannya padaku, aku akan melaporkan ke Ibu kalau Vanda suka mencuri di toko Paman Sam!” seru Lyra tegas.

“Ja-Jangan, Kak! I-Ini..” Vanda mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya. Gemetar ia membuka lipatan benda itu.
“Pisau lipat!” seru Cinderella histeris dari atap lalu buru-buru dibungkam oleh Pangeran.
“Aku benci Kakak!! Aku ingin Kakak mati saja!” seru Vanda disertai tangis yang bercucuran.
“Van, jangan.. Kakak, Kakak berjanji tidak akan memaksamu lagi untuk mencuri! Kakak janji!” Lyra terlihat ketakutan. Bahkan kakinya gemetaran tidak bisa untuk berlari.

“Kakak bohong! Kakak sudah sering membohongiku dan membuat Ibu sering menyalahkanku! Aku benci Kakak!!” tanpa pikir panjang Vanda langsung mengarahkan pisau ke perut Lyra dan…
“Hentikan, Vanda!! Bukan begini caranya!! Dia Kakak kandungmu!” Cinderella tiba-tiba sudah ada di samping gadis itu dan menghentikan pisau yang akan merobek perut Lyra.
“Kakak kenapa ada di sini?!” seru Vanda garang.

“Kenapa katamu? Jelas untuk mengentikanmu agar tidak melakukan tindak kejahatan! Atau aku akan melaporkanmu pada Ibumu bahwa kau hampir membunuh Kakakmu dan aku juga akan melaporkan bahwa kakakmu sering menindasmu!” Cinderella mencoba mengambil pisau yang dipegang Vanda namun Vanda memegang pisau tersebut dengan kuat.
“Ibu tidak akan percaya padamu!!” seru Vanda disertai amarah. Gadis berambut cokelat pendek itu bahkan menggigit tangan Cinderella, membuat Cinderella melepaskan genggamannya pada pisau. “Aku akan membunuh kakaakkkk!!!”

CRESSHH!!

Cinderella menyaksikannya dengan mata kepalanya sendiri. Seorang anak kecil membunuh kakaknya sendiri. Tubuhnya tiba-tiba menjadi kaku. Ia… tidak bisa menghentikan sebuah kejahatan. “Hei, bukankah semua orang akan melihatmu yang berlumuran darah, Vanda?” gadis berambut hitam pendek bergelombang yang tadi malam datang menemui Vanda tiba-tiba datang. “Kenapa kau tidak bunuh diri saja? Bunuh diri akan membuatmu tidak disalahkan siapa pun. Jiwamu akan tenang setelah mati.”

“Benarkah?” tanya Vanda dengan suara cemprengnya. Matanya masih berkaca-kaca.
“Tidak, Vanda!! Jangan lakukan!! Jangan turuti perkataan gadis itu!!” seru Cinderella.
“Aku ingin hidup tenaaaaang!!” serunya lalu menusukkan pisau itu ke perutnya sendiri.
“Siapa kau? Beraninya kau… wajah polosmu itu…” Cinderella terisak. Ia mengutuk perempuan di hadapannya. Perempuan berambut hitam pendek bergelombang, berwajah polos bak anak-anak, dan di rambutnya ada pita merah.

“Hihi! Dapat dua hati. Yang satu berhati jahat dan suka menindas. Yang satunya berhati lemah dan suka lari dari kenyataan. Wah…” gadis itu berseru senang.
“Snow White?” Pangeran turun dari atap. Tatapannya tajam menatap perempuan yang mengambil hati kristal yang sudah berwarna hitam pekat dari Lyra dan Vanda.
“Pangeran?” gadis yang tadi dipanggil Snow White menatap kaget Pangeran berambut perak. “Kau… benar-benar Pangeran?”

Bersambung

Cerpen Karangan: Hikari Inka
Facebook: facebook.com/atika.nurs

Cerpen Thalesfaria (Part 1) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Janji

Oleh:
Suara embusan angin sepoi terdengar, mengalun syahdu bersama melodi klasik yang diputar. Mataku terpejam sesaat, menikmatinya tenang. Pelan-pelan, cahaya senja masuk melalui jendela kayu yang engselnya bergerak, nyaris terbuka

Chaos Before Chaos (Part 1)

Oleh:
Malam itu hampir usai, akan tetapi matahari belum terbit lagi. Ribuan bintang masih terlihat menghiasi langit bumi. Jutaan manusia tidak tidur malam itu. Mata mereka tertuju pada tv di

My Beloved Hana (Part 1)

Oleh:
Dingin. Aku kedinginan, aku takut. Aku berada dimana? Aku bingung. Seseorang tolonglah aku! Malam yang dingin menghiasi sebuah kota yang berada di daratan Inggris. Seorang lelaki muda berjalan lesu

Batang Singkong

Oleh:
Aku adalah sepotong batang yang telah berkayu berdiameter kurang lebih 2,5 cm, tubuhku lurus dan belum ditumbuhi oleh tunas-tunas baru. Aku sangat berterimakasih pada Allah SWT karena telah memberiku

Perang Tiga Kerajaan

Oleh:
Dahulu, hiduplah tiga raja yang memiliki kerajaan yang sangat makmur. Namun tiga raja tersebut saling menganggap bahwa kerajaan mereka lebih makmur daripada kerajaan yang lainnya. Akhirnya ketiga raja tersebut

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

2 responses to “Thalesfaria (Part 1)”

  1. Na says:

    Next dong cerpennya..
    Bikin penasaran

  2. Arifah says:

    Lanjutin dong cerpennya..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *