Surat Kecil Buat Tuhan

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Nasihat, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 29 April 2013

“Klik” aku mematikan lagu yang sedari tadi menusuk kuping ku. Air mataku tak berhenti jatuh.. mataku bengkak dan rasanya aku ingin mati.
“Took… toook… tooook,” yuni ayo makan dulu sayang! Jangan buat papa merasa bersalah terus sepanjang hari.” suara ayah di balik pintu. berulang ia mengetuk aku tak pernah membukanya. Mungkin sudah 100 kali dari tadi pagi ia melakukan itu.

Aku terus membolak balik foto kenangan aku dan mamaku, saat kami liburan.. saat kami menanam padi di rekreasi mekar sari dan juga foto lainnya sewaktu kecil sampai sekarang, air mataku membasahi lembaran foto, aku begitu mencintai mama, setiap aku bertengkar dengan papa sampai pipiku membiru, mamakulah yang selalu datang ke kamar memelukku erat, sampai aku bosan dan curhat panjang lebar melewati malam.

Papaku seorang pria temperamental. suka sekali ia marah, aku rasa itu hoby baginya. aku dan mama selalu mengalah. aku tahu alasan kenapa mamaku tak pernah melawan, itu semua karena mamaku tak ingin pertengkaran berlanjut, karena ia mencintai papa dan aku begitu hebat. Setiap malam di saat aku tertidur, mamaku dengan tanpa izin masuk ke kamarku dan mencium pipiku sembari mengucapkan selamat malam, walau itu di tengah malam.

Kuburan mama belum ada nisannya, baru beberapa hari mama pergi untuk selamanya, meninggalkan anak semata wayangnya. tak ada pesan, dan tak ada lagi perhatian. yang lebih menyakitkan ini semua gara-gara papa. ya… gara-gara papa.

sekarang mama pergi baru ia bertobat, ikut mengurung diri dan kerjanya hanya membolak balik koran. Hening sekali di rumah, mungkin dia pura-pura atau ia berpikir sedikit lagi ia bisa bebas dengan tante eva, selingkuhan barunya.

Aku menaruh beberapa lembar bunga di samping kuburan. keadaan begitu hening, hatiku begejolak tak menentu, Aku tak tau apa yang harus ku lakukan. aku menangis sejadi-jadinya.

“mama hari ini, di sekolah aku di ledekin lagi sama teman-teman, apa ma. ma, ma.. m.. a bisa mendengarku?, kemarin aku hampir kecelakaan karena ingat mama terus, dan aku mimpi mama akan menciumku di malam dingin” kalau mama mendengar sekarang, ini yuni mah.. peluk dan cium yuni, walau sebentar saja.” Sekeras aku memohon. semampu aku bercerita tak ada jawaban.

Saat aku hendak pergi, beberapa meter di belakangku papa dan nurul memperhatikan, nurul adalah teman kelasku. aku mengangap dia adalah sahabat terbaik yang pernah ku kenal, Nurul berlari mendekati, dan memeluk erat, “yuni sayang, kamu harus kuat yua, hidup ini harus di nikmati dan di jalani, kalau kamu sedih terus, aku yakin mama mu tak akan pernah tenang disana” bisikan liar nurul di ikuti pelukan erat tangan halusnya. rasanya itu memberi aku sedikit kekuatan, aku diam tak berkata, hanya mampu meresapi setiap peluhku.

Papa berdiri di belakang datang dan mencoba menghapus air mataku, tapi ku tepis, papa terdiam sejenak dan melangkah pergi ke mobil yang di parkir di taman.

Aku, nurul dan papa pulang dengan keadaan hening sekali, papa tak berkata sepatah katapun, dari kaca spion air matanya mengalir deras sekali, berkali-kali kosentrasi papa di alihkan padaku, kami saling menatap, mungkin papa bisa melihat kesedihanku, dan sejuta kekecewaanku trhadapnya

ADVERTISEMENT

“Teet teet teeet” bunyi kendaraan dari arah depan hampir saja mencium kami “awaaasss!” teriakan nurul membuat papa tersadar, hampir saja!

Malam sebelum mama pergi.
“pokoknya mama udah bosan, tiap hari begini, harus mendengar ocehanmu, semua yang ku lakukan salah di matamu!” mamaku berteriak sambil membawa barang di koper dan di cegah papa, entah kemana mama mau pergi, aku hanya dapat memandang dari sudut kaca kamar ini, “jangan kira mama bodoh ya, siapa wanita jalang itu?, di hp mu bukan fotoku dan anakmu yuni’ ta.. ta.. tapi eva, eva… dan eva… sudah 25 tahun kita lewati bersama dan ini balasannya!” mamaku berteriak tak mau mengalah. “PLAAAAAKK” “Sekali lagi kau hina eva…” berapa kali ku bilang dia hanya teman kerja, satu kantor, bosan, bosan aku mendengar semua tuduhanmu” mata papa seakan menyala, dan berlalu termenung di sofa depan tv.

Sebuah tamparan hebat di pipi mama menyebabkan mama tersungkur dengan mulut robek dan berdarah, “MA… MA MA.. MA” Aku berlari dan berteriak memanggil mama, darah di mulut mengalir, aku berlari mengambil kampas mencoba membersihan darah mama.

Sebelum selasai aku membersihkan luka di mulutnya, mama sudah menyeret kopernya dan menghilang di gelap malam, aku sudah berusaha tapi tak ada hasil, “maafkan mama yuni, mama sudah tidak tahan dengan keadaan rumah ini” sebuah kata yang srlalu terngiang di kupingku setiap malam, seperti mimpi buruk bagiku, karena ke esokan harinya, saat aku ingin berangkat sekolah aku hanya, menikmati sepotong roti dengan selai, “kenapa tidak makan dulu yuni, roti itu tak akan membuatmu kenyang” aku tidak menghiraukan kata-kata papa, aku berlalu, di depan pintu.

“took.. took.. took.” aku membuka pintu

“Maaf apa betul, ini rumah bapak alfred?” apa bapak mengenal wanita dalam foto ini?” Dua polisi dengan seragam lengkap menunjukan sebuah foto’ aku hanya mengganguk melihat papa yang sedang menikmati kopi. papa menghampiri kedua polisi. “Maaf pak, kami mohon bapak ikut dengan kami ke rumah sakit”

Di rumah sakit,
sebuah tubuh tergeletak di tempat tidur tak bernyawa, luka di sekujur tubuh dengan kepala retak.
“maaf apa ini dengan bapak Alfred suami dari. bu mayang, maaf pak kami tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan nyawa istri anda” Seorang bapak berpakaian putih, berlalu meninggalkan papa dan aku di ruangan

Aku menangis histeris, menggema di seluruh koridor rumah sakit, aku tertunduk lesu, seperti dunia runtuh di atas kepalaku. dan lagi ini benar mimpi buruk.. sangat buruk sekali. papa terhempas lesuh di pojokan, menatap. menepuk dan menangis, mungkin ia berharap pada keajaiban “JANGAN MENYENTUH MAMA! PAPA JAAHAAAT!” aku menatap papa dan berlari menyusuri jalan.

Hilir mudik kendaraan dan klakson mobil tak mampu mengalihkanku.. aku berlari entah kemana, “tuhan mengapa secepat ini kau ambil mama, mengapa tidak kau cabut saja tubuhku sekarang” aku berkali-kali menyalahkan tuhan.
Aku berhenti di sebuah gereja, aku memasuki ruangan-ruangan, di seluruh koridor tampak pohon natal berkelap kelip, di depanku sebuah kayu salib mengganntung, seorang kakek yang mungkin saja pendeta duduk terdiam di sebuah kursi. Aku duduk pada sebuah kursi dari kayu, melipat tangan erat, keringat dan air mataku membasahi seluruh tubuhku, aku menutup mata
“tuhan ini bukan bertama kali aku bersedih, sekarang mamaku pergi entah kemana, aku masih butuh cintanya yang kuat membimbingku di kehidupan, sebuah kecupan hangat di keningku kala aku ingin terlelap. di sini dingin sekali tuhan, di mana jiwa mamaku berada jagalah selalu.”
Sebelum aku mengahiri doaku, kakek tadi mendekat duduk di sampingku tanpa bermisi, hening… beberapa menit, mungkin karena aku diam atau mungkin ia takut mengusikku “maaf nona aku bisa mendengar setiap jeritan tangismu” aku pernah kecil dan mendapati kehidupan yang kacau, hidupmu masih beruntung dengan kasih sayang yang kamu dapat. aku tak pernah merasakannya sama sekali, mama dan papaku, aku tak pernah melihat mereka, jika kamu masih punya seseorang yang kamu sayang sekarang maka bersyukurlah, aku mendengar keluh kesahmu, jangan biarkan damai di hidupmu membunuh senyum di wajah cantikmu, kamu punya kekuatan untuk melangkah, kamu punya keajaiban, kamu memang berkurang satu perhatian lagi, tapi tuhan lebih sayang padamu. ingatlah nona’.” ia berkata sambil menepuk pundakku.

ia terdiam dan beberap jam kemudian ia pergi ke belakang, karena aku tak bersuara, aku tak mengerti apa yang dia katakan, hatiku berkecamuk, kepalaku seakan melayang dan… dan… Gelap…

Saat aku membuka mata, aku berada di sebuah tempat, semua serba seperti bayangan di sekelilingku, seorang wanita bergaun putih berdiri di tepian pantai, angin laut meniup gaun dan rambutnya yang terurai bebas, perlahan aku mendekat dan aku melihat samar-samar seperti ibu ku, ia tersenyum lebar sekali, menunjukan betapa bahagianya “untuk apa kamu bersedih yuni sayang, mama tetap bisa melihatmu, kamu sedih mama ikut sedih, sekarang biarkan cinta mama hidup di sini, di hatimu, jangan biarkan cemar dan kepalsuan dunia merusaknya, kamu harus tunjukan bahwa kamu adalah wanita yang kuat, jadilah seperti yang kau ingini. Mama mencintaimu selalu”

“Hey bangun… ayo..!” sebuah tepukan hangat di pipi membangunkanku… nurul sedang berdiri di hadapanku.. di sampingnya papa. Kakek yang tadi berada di sini, tidak ada lagi. Entah kemana ia berlalu. Aku bangkit memeluk papaku erat, ini membuatnya binggung.

“maafkan aku papa, tak sepantasnya aku bersedih dan menyalahkan keadaan dunia, papa sayang sama yuni kan?” aku menatap kedua bola matanya yang mulai berkeriput.

Aku menangis lepas sekali, baru pertama kali ini, aku berani bicara lepas dengan papa, dan mencurahkan isi hatiku padanya.

“Maafkan aku yuni! aku yang salah, pekerjaan kantor dengan masalah yang membuat papa jadi orang lain, papa sadar ternyata semua berawal dari papa, sekarang mari kita bangun kembali hubungan kita yang rusak, papa akan selalu ada buat kamu” papa memeluk ku erat di sampingnya nurul menghapus air matanya yang berderai. Aku pulang dengan suka cita.

Papa sekarang telah berubah total, kasih sayangnya lebih padaku.. walau aku sedikit membencinya karena ia menikah dengan tante eva, tapi aku lebih bersyukur karena tante eva sayang sekali padaku, ia memberiku alasan kenapa ibu tiri tidak kejam, justru yang kejam ibu kota.. he he he

“oh ya awalnya aku sangat membenci tante eva, tapi aku sadar satu hal, bahwa aku tidak bisa hidup dengan kebencian, dan lagi tak ada untungnya bagiku membenci seseorang, tuhan saja mau mengampuni ku kenapa aku tidak mengampuni orang lain, dan lagi dengan aku mengampuni, aku merasa lebih baik sekarang.

Motivasi:
Seberapa berat masalahmu cobalah untuk mengampuni.. dirimu sendiri, orang lain. Dan rasakan sendiri kenapa kamu harus berdamai dengan dirimu.

_alfred sang pujangga._

Thx untuk nurul, eva dan juga yuni..

Alfred.
sang pujangga

Cerpen Karangan: Alfred Pandie
Facebook: alfredpandie[-at-]yahoo.com

Cerpen Surat Kecil Buat Tuhan merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Terima Kasih Ayah

Oleh:
Namaku Olivia temanku biasa memanggilku dengan nama Oliv, sekarang aku menyukai hobi menulis cerita semenjak diberi tugas buat bikin cerpen aku semakin bersemangat menulis cerita itu, umurku 12 tahun,

Sebutir Rindu Untuk Zara

Oleh:
Siang seperti akan membimbing senja menemui malam. Keelokkan paras senja membuat siang seperti tak ingin lepas darinya. Namun, malam sudah tak sabar ingin menemui senja. Aku melangkahkan kakiku ketika

Ketika Hati Harus Memilih

Oleh:
Siang ini surya begitu semangat menerangi bumi. Sepulang sekolah kulemparkan tas merahku ke atas kasur. Kurebahkan badanku yang terasa lesu di sofa dekat jendela sembari merasakan dahaga yang menggerogoti

Kesempatan Kedua (Part 1)

Oleh:
“..allah huakbar allah huakbar…” adzan subuh yang terdengar keras dari masjid kecil di dekat rumah sunarto langsung membangunkan si sunarto yang merupakan duda dengan satu orang anak ini dari

Kata Maaf Terakhir

Oleh:
Berkali-kali kusakiti hatinya, hingga air matanya mengering tak mampu menitikkan bulirnya lagi. Sejak usiaku belia hingga kini umurku 28 tahun, aku masih saja merepotkannya dengan pekerjaanku yang tak berguna.

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *