Takkan Bisa Menggapaimu

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam), Cerpen Galau
Lolos moderasi pada: 30 July 2023

Siang itu, sehabis mendarat di bandara, aku memilih berkunjung ke salah satu tempat rekreasi di kotaku. Aku baru saja pulang kampung setelah setahun menahan rasa rindu di tanah rantau, Paris. Atmosfer yang benar-benar berbeda daripada Paris membuatku kangen. Aku lalu meraih segenggam tanah, dan kembali menaburinya ke bumi, memastikan bahwa aku benar-benar telah kembali ke tanah kelahiranku.

Terlebih lagi salah satu rekreasi pegunungan ternama di kotaku, yang kurindukan selain keluarga. Di sini terlihat wisatawan, pedagang dan pengurus wisata sedang melakukan aktivitasnya dengan hawa sejuk pegunungan. Juga tampak anak-anak sekolah berlarian kesana-kemari, untuk mengadakan perkemahan di sekitar area pegunungan yang telah disiapkan pengurus.

Ternyata masih sama seperti dulu, masih sama seperti aku terakhir kali melihatnya. Terakhir kali melihat senyumannya. Kemudian, aku memilih duduk di salah satu bangku yang sama ketika aku dan dia duduki pada waktu itu. Mengingat kembali memoriku bersamanya.

Sore hari terakhirku bersamanya, aku memilih bangku satu-satunya yang kosong. Sebab semua bangku disini sudah diduduki oleh beberapa siswa untuk kencan. Bagaimana tidak, pemandangan elok dan eksotis yang disuguhkan oleh alam, tepat berada di depan mataku. Dari sini, kita dapat melihat pemandangan indah mulai dari bukit hingga danau. Kian malam, kian banyak lampu jalan yang hidup menerangi, sehingga keindahan malam itu seperti bintang-bintang di bawah kaki gunung ini.

Tiba-tiba, salah seorang siswi duduk di bangkuku. Dari aroma semerbak parfumnya, aku langsung mengenalinya. Aku pun menoleh. Tepat sekali, ia adalah Alana. Sahabat perempuanku sejak kecil. Namun, kini hubungan kami mulai merenggang. Dulu kami sering bercanda dan tertawa bersama, kini kami seperti mulai tak mengenal satu sama lain.

Cepatnya waktu, hingga aku tak sadar ia sudah secantik sekarang. Disukai banyak lelaki, buktinya saja, banyak pasang mata yang melihat kami duduk berdua. Dia dulu adalah perempuan yang jahil, nakal, murah tertawa, selalu mencemooh, dan bertindak semaunya kepadaku. Kini sudah berbanding terbalik 180 derajat, seperti: pendiam, murah senyum ke semua orang, kalem, dan pintar. Apa yang tak ada dalam dirinya.

Jika kau tanya, apakah aku menyukainya, siapa juga lelaki yang tak menyukainya? Oi, wanita seindah Amanda Rawles mana mungkin akan kulewatkan. Sayangnya, aku terlalu lalai.

“Bulannya indah ya?” tanyanya, mengejutkanku yang sedang termenung.
“Eh, iya. Hehehe,” jawabku, canggung.

Hening.

ADVERTISEMENT

“Kamu ingat nggak, pas kecil kita selalu lihat bulan di balkon rumahku? Waktu itu, kita bercita-cita jadi astronot, biar bisa menggapai bulan,” ucapnya. “Andai saja, waktu dapat diputar balik. Mungkin aku akan lebih memanfaatkannya dengan baik.”

“Memang masa-masa yang indah ya?” tanyaku, berusaha mengikuti arus. Aku benar-benar canggung duduk di samping dia. Padahal dulu saja, kalau dia duduk terlalu dekat, aku bakal menjauh. Apalagi dihakimi seribu mata, bagaikan bertanya, Mereka lagi kencan apa bukan?

Ia lalu mengangguk, kemudian tersenyum. Melihatnya sekilas, lalu memalingkannya lagi ke arah bukit. Sepertinya bidadari tak patut aku lihat dari dekat.

“Aku inget banget, waktu kita main nikah-nikahan. Kamu aku pukulin keras-keras karena pulang lambat sampai-sampai kamu dilarikan ke rumah sakit,” ceritanya, lalu tertawa. Memang memori paling memalukan, tapi jika diingat-ingat sekarang, entah kenapa aku merasa bahagia. “Eh, kamu udah dapet pacar belum?”

“Belum.” Aku bingung, mengapa ia menanyakan hal itu? Tapi, aku tak boleh merasa senang. “Kamu?”

“Belum juga.” Hah? Perempuan seanggun Amanda Rawles itu tak memiliki pacar? Padahal sepertinya sudah banyak yang mengantre dan menunggu jawaban. Atau mungkinkah dia sedang memilih?

“Seseorang yang kamu sukai?” tanyaku, berusaha menelisik lebih jauh tentang percintaannya. “Masa nggak ada?”

“Ada, sih,” jawabnya, kemudian tersenyum kepadaku. Bagaimana mungkin hati ini tak berdegup kencang, Oi, bayangkan saja kau diberi kesempatan melihat bidadari, begitu rasanya. “Tapi, kayaknya aku belum punya keberanian buat kasih tahu ke dia,” lanjutnya. “Kalo kamu gimana?”

“Kamu,” jawabku, bergurau. Berusaha untuk menenangkan situasi yang terlalu mencekam. Seperti tak ada celah untuk mengambil nafas dan menghembuskannya. Lalu aku tertawa terbahak-bahak, melihat lesung pipinya yang memerah. “Ya kali. Mending aku nikahin comberan. Hahahaha.”

Lalu ia ikut tertawa. Berusaha menenangkan jantung dan hatinya yang berdegup kencang. “Tapi, kamu udah tahu nggak, Informasi tentangku dari keluargamu?” tanyanya, tiba-tiba situasi kembali serius. “Aku bakal pindah ke Kota Makassar. Papaku dipindahtugaskan ke sana, jadi aku, Mamaku, adik-adikku, terpaksa ikut Papa untuk pergi dan tinggal di sana.”

Aku langsung tertunduk lesu. Kami yang selalu bersama dulunya, perumahan sama, sekolah sama, pergi liburan pun juga sama. Namun, karena pekerjaan Papanya yang harus kumaklumi, kini kami harus segera mengucap salam perpisahan.

“Ohh…,” responku, berharap semua rencana itu dibatalkan. “Ya sudah, kalau begitu, baik-baik di jalan ya. Semoga suatu hari nanti kita bisa bertemu lagi, bahkan di kantor NASA untuk misi ke bulan. Hahaha,” gurauku. Sepertinya sama sekali tak bisa mencairkan situasi.

“Alana! Sini dong! Kita harus cepet-cepet buat api unggun!” panggil kawannya.

“Ya sudah, aku balik ke tenda dulu ya! Semoga apa yang kita cita-citakan akan sama-sama tercapai, agar bulan pun bisa kita gapai,” ucapnya. Lalu ia pergi. Meninggalkan sesak yang pedih. Kian lama, punggungnya mulai tak terlihat karena embun malam.

Dan itu pertemuan kita terakhir. Selama perjalanan balik ke rumah, kami tak pernah bertemu. Dan keesokan harinya, keluarganya terpaksa pergi pagi jam 1, agar tak tertinggal pesawat. Tanpa mengucapkan salam untuk terakhir kalinya.

Memori yang takkan terlupakan.

“Alana, bila sekarang kau mendengarkanku. Walau jika suatu hari, aku dan kamu dapat menggapai bulan, aku tetap takkan bisa menggapaimu.”

Cerpen Karangan: Muhammad Ibnu Zuhair
Seorang anak laki-laki berdarah Minangkabau dan bersuku Mandaliko, yang lahi pada tahun 2009 di Kota Padang.

Cerpen Takkan Bisa Menggapaimu merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Cintaku Semanis Gulali

Oleh:
Aku berjalan keluar dari kelas bersama Bella. Menuruni tangga lalu berjalan lagi melewati taman sekolah sampai akhirnya keluar dari sekolah. Bukan hari yang buruk tapi hari yang cukup menegangkan,

Keajaiban Yang Membingungkan

Oleh:
Apa kau mencintaiku? Setelah semua kenangan manis itu, esok lusa, hari yang ditunggu tiba. Tapi? Apa aku mencintainya? atau apa dia benar mencintaiku? Aku sudah berusaha menghalau pikiran itu.

Night

Oleh:
Ini dia! Kegelapan malam yang diterangi senyum rembulan lengkap dengan maraknya bintang gemerlap. Malam akan terasa lebih sepi tanpa mereka, itu bagiku. Tidak satu pun malam yang cerah berlalu

I Have a Crush on You

Oleh:
Masih seputar cerita masa SMA, karena masa SMA emang masa paling ada-ada aja. Jadi dulu gue pernah suka sama seseorang, tokohnya masih dari jurusan IPA. Entah kenapa, cowok IPA

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *