Ke Rumah Presiden

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Keluarga, Cerpen Nasihat
Lolos moderasi pada: 4 August 2013

Adik perempuanku selalu belajar dengan rajin. Ingin bertemu Presiden, katanya. Walaupun baru kelas III SD, setiap aku bangun pagi buta untuk belajar, Adik ngotot ingin belajar juga. Ketika aku tidak membangunkan karena tidak tega mengganggu tidur pulasnya, Adik malah marah besar bahkan disertai isak tangis. Entah apa motifnya. Karena ingin menyaingiku atau mungkin kata-kata Ayah yang telah memacu semangatnya.

Waktu itu, satu tahun yang lalu saat Ayah baru pulang kerja. Seperti biasa, Ibu, Aku dan Adik menunggu Ayah tercinta di ruang tengah sambil nonton TV bersama. Saat Ayah memasuki ruangan, kami menyambut dengan bergantian menceritakan apa yang kami lakukan seharian itu.
“Yah… tadi Kakak ketemu Bapak gubernur, Kakak juga bisa salim* sama foto-foto…” Senyum bangga Ayah membuatku yang meskipun telah memasuki kelas I SMA, semakin manja.
“Eh iya, Kakak menang apa?” Tanya Ayah ramah.
“Lomba Karya Tulis Ilmiah, Yah… Tingkat Provinsi… Seneng deh bisa ngobrol sama Bapak Gubernur langsung, nggak cuma lihat dari TV…” Jawabku ria.
“Wah, Kakak memang juara, hebat!” Puji dari Ayah.
“Adik juga bisa kan, Yah? Ketemu Bapak Presiden malahan!” Celetukan Adik sering membuatku geli.
“Mimpi…” Gurauku menggoda Adik.
“Siapa bilang. Adik bisa kok. Orang biasa menegur sapa karena apa? Karena kenal kan? Begitu juga dengan Presiden. Adik bisa bertemu dengan Presiden, kalau Presiden mengenal Adik. Presiden akan mengenal Adik, kalau Adik memperkenalkan diri. Karena itu, Adik harus belajar dengan rajin. Supaya bisa mengenalkan diri ke Presiden melalui prestasi-prestasi yang berhasil Adik raih. Oke, Sayang…” Sambil mengelus rambut Adik, Ayah selalu bisa menjawab pertanyaan Adik dengan bijak.

Sejak malam itu, perubahan Adik sangat drastis. Semakin giat belajar. Semangatnya begitu menggebu sampai membuat Ibu cemas. Hem, bertemu presiden? Mungkin tidak ya? Untuk bertemu Walikota yang tetangga satu perumahan saja susahnya minta ampun, apalagi bertemu Presiden…
Tapi, kata menyerah tidak tersirat sedikitpun di wajah Adik. Adik tetap belajar dan belajar. Nilai akademiknya pun melonjak. Bakat menjadi mayoret drum band di SDnya juga terasah dengan baik. Berbagai kejuaraan mulai dari lomba antar sekolah, karnaval 17 Agustus, peringatan HUT kota, sampai HUT Bhayangkara disabet grupnya. Adik berambisi mencetak prestasi yang membuat Presiden menoleh padanya.

Melihat kesungguhan Adik, Ayah mempunyai rencana. Liburan sekolah kali ini, keluarga kami pergi ke suatu tempat yang Ayah rahasiakan. Di sepanjang jalan, Adik memandangi pepohonan yang bergerak berlawanan arah malalui kaca mobil hasil kerja keras Ayah. Adik nampak heran, kemana mobil yang dikendarai Ayah ini akan berhenti.
“Kita mau kemana sih, Yah?” Di puncak keingin tahuannya, Adik bertanya.
“Ke rumah Presiden” Jawab ayah singkat.
“Yang bener, Yah?” Timpalku tak percaya.
“Lho, masak bohong?” Ayah balik Tanya untuk meyakinkan.
“Horreee…” Sorak Adik bahagia.

Akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Banyak dipajang foto, semerbak wangi bunga dan kerumunan orang, pasti itu kesan pertama Adik. Ayah mengajak kami duduk, kemudian dua buku kecil dipindah tangankan kepadaku dan Adik. Ayah mencium kening kami berdua, membuat rasa sayangku semakin melimpah. Tak lama setelah itu, Ayah membelai rambut Adik.
“Sayang, disini raga soseorang yang dulu pernah menjadi Presiden dimakamkan. Adik harusnya senang bisa berkunjung ke rumah terakhirnya dan bisa mendo’akannya. Ayah senang tahu Adik belajarnya sungguh-sungguh, tapi kalau berlebihan juga tidak baik. Adik mengerti kan?” Pelan-pelan Ayah menjelaskan maksudnya.
Anggukan Adik menjawab pertanyaan Ayah. Bersama-sama, kami membuka buku Yasin dan Tahlil yang Ayah berikan. Ayah memimpin kami berdo’a. Ibu, Aku, dan Adik dengan khusyu’ mendo’akan mantan Presiden yang pernah berjasa untuk negeri ini.
Sesampainya kembali di mobil, Adik menghampiri Ayah.
“Jadi baru bisa ke rumah Presiden kalau Presidennya sudah wafat ya, Ayah?” Kali ini Ayah bingung menjawab pertanyaan polos Adikku.

*mencium tangan dalam silaturrahmi Islam

Cerpen Karangan: Miga Imaniyati
Facebook: Miga Imaniyati

Cerpen Ke Rumah Presiden merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Siapa Aku?

Oleh:
Rasa sakit di dada tak mampu di tahan lagi, Aku terlalu kecewa dan sakit menerima kenyataan yang sedang ku hadapi kini, ketika ibu selalu tidak memperlakukan aku adil dengan

Sebotol Harapan

Oleh:
Aku Bintang. Bintang Ayu Puspita. Aku suka namaku. Menurutku ini nama yang bagus. Pasti orangtuaku ingin aku menjadi seperti bintang di langit. Bintang yang bisa memancarkan cahayanya sendiri. Bintang

Dear Mama Papa

Oleh:
Pagi yang sunyi, di temani rintikan hujan yang membasahi dunia ini, aku termenung di sebuat kursi di depan balkonku. Di temani secangkir teh hangat. Namaku Sasya Angel Salsabil. Aku

Menanti Sahabat

Oleh:
Namaku Anggie, umurku 12 tahun, sekitar 2 bulan lagi aku akan menjalani suatu ujian kelas 6 Sekolah Dasar untuk menentukan kelulusan. Aku berharap lulus, dengan nilai ujianku yang memuaskan,

Kisah Lia dan Kawan Kawan

Oleh:
Lia, Misya, Reitha dan Stevanie bersahabat akrab. Mereka bersekolah di Rou Elementary School (RES), sekolah mahal. Lia adalah anak yatim piatu. Ia bisa masuk RES, karena mendapat beasiswa. Lia

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

One response to “Ke Rumah Presiden”

  1. King says:

    Apakah ada sinopsisnya?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *