Menjemput Senja Dalam Hujan

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta
Lolos moderasi pada: 9 August 2017

Aku rindu senja, aku pun rindu hujan. Biasanya aku menjemput senja dalam hujan. Tak pernah terbayang, jika harus menjemput senja sendirian-Tanpa dia. Tanpanya senja bahkan tak lagi berarti sama, kata dingin menemaniku. Hujan mendinginkanku, biasanya ada dia yang akan membaluti tubuhku dengan jaket yang ia pakai. Aku laki-laki namun dia tetap menganggapku anak kecil, aku rindu dia.

“Kak Eva, aku rindu” ucapku pelan menatap foto yang berbingkai indah. Aku merindukan kakakku itu, berharap dia masih Ada melindungiku, walau mungkin Aku yang pantas melindunginya. Tapi apa daya, aku hanya bisa menjemput senja dalam hujan untuk mengenangnya. Aku juga sangat rindu menjemput senja bersamanya.

“Adnan!” Panggil seseorang begitu nyaring membuatku menengok ke arah belakang. “Gadis itu lagi” gurutuku, aku kembali berjalan menghiraukannya yang terus memanggil namaku. Gadis itu berlari ke arahku, lalu memposisikan tubuhnya yang kini berjalan di sampingku. “Hai, gue Dina. Lo adnan kan?” Dia fikir aku bodoh, setiap bertemu pasti berkata seperti itu. “Ya” jawabku dingin.

Suasana hening dalam keramaian. “Bisa kita berteman?” Tanyanya “tidak, aku tak tertarik dengan pertemanan” jawabku menatap lurus ke depan dan berjalan lebih cepat. “Gue ingin jadi temen lo. Lo bisa bercerita tentang apapun da-” “apa kau tuli? Aku tak ingin berteman!” Teriakku yang menatap ke arahnya. Dina, gadis itu terlihat takut-diam tak lagi melanjutkan kalimatnya yang kupotong. Aku melanjutkan langkahku, dia tak lagi mengikutiku.

Kembali menjemput senja dalam hujan. “maaf ya kak, Aku berkata kasar pada seorang gadis karena dia terus mengikutiku dan memintaku berteman. Aku tak ingin itu” aku berkata seakan kak Eva ada di sampingku. “Bila kau ada pasti kau akan menyuruhku untuk berteman dengan gadis itu, aku yakin itu” aku tertawa renyah, tapi tetap tak merenyahkan suasana hatiku yang hening. Aku melihat tempat kosong di sebelah kiriku, biasanya kak Eva duduk di sana. Memperhatikan hujan di sekelilingku, memperhatikan suara hujan yang kak Eva katakan bagai melodi. Senyumku merekah, ah hanya di tempat ini aku bisa tersenyum.

“Adnan!” Teriak seseorang. Aku tetap menghiraukan suara gadis itu, Dina. Dia tetap mengikutiku di belakang tanpa khawatir kalau aku akan membentaknya seperti sebelumnya. Aku menghentikan langkahku sejenak, beberapa detik. Dina tak memposisikan tubuhnya di sampingku seperti hari kemarin, dia tetap berada di belakangku juga berhenti berjalan. Aku memutar badan ke arahnya, “berteman?” Tanyaku yang menunjukkan jari kelingking di depan wajahnya. dia terlihat bingung, tatapannya hanya terfokus pada wajahku yang mulai merekahkan senyuman. Jari kelingkingnya menyatu dengan jari kelingkingku.

“Aku sudah bertememan dengan seorang gadis, dia bernama Dina. Oh ya, hujan tak turun jadi aku tak menjemput senja hari ini. Kau pasti tersenyum melihatku berteman dengan seseorang yah kak” memandang sebuah foto yang berbingkai Indah lagi. Potretan seorang perempuan berhijab yang cantik, dia adalah kakakku satu-satunya kak Eva. Aku tak akan bisa melupakannya. Umur kita beda 6 tahun tapi dia bagai ibuku, terlalu dewasa untuk dikatakkan sebagai seorang kakak. Sahabat, terlalu menyenangkan bila hanya disebut sebagai kakak. Dia ibu, kakak dan sahabat untukku.

“Kenapa kau mengajakku datang ke tempat ini ketika hujan turun?” Tanya Dina. “Aku hanya ingin lebih dekat denganmu” jawabku. “Apa hanya aku temanmu?” Tanya dia kembali. “Ya, semenjak dia tak ada”. Raut penasaran terlihat di wajahnya, namun dia mencoba mengalihkan pembicaraan melihatku yang nampak sedih mungkin. “Oh ya, senja begitu indah ya apalagi hujan seperti ini sungguh menyenangkan” ucapnya yang terlihat gugup, namun tetap mencoba tersenyum. “Mengalihkan pembicaraan, aku tak apa kok. Dia yang aku katakan tadi adalah kakakku dia adalah kak Eva, namun setahun yang lalu dia meninggal” jelasku yang tersenyum ke arahnya. Dia pun tersenyum tipis namun dengan wajah yang terlihat sedih. lalu dia memiringkan kepalanya menuju pundakku “maaf nan” ucapnya pelan.

“Mata tak bisa melihatmu, telinga tak bisa mendengar suara indahmu, namun hati tak kehilangan sosokmu kak. Tenanglah, ada raga lain yang melengkapiku. Dina selalu menemaniku menjemput senja dalam hujan, seperti apa yang kita lakukan dulu. Aku tak lagi kedinginan karena hangat dari tubuhnya” setiap hari, aku memang berkata pada sebuah foto, begitupun sekarang. Rasanya dengan melihat foto itu, kak eva begitu dekat.

“Kau kedinginan?” Tanyaku padanya yang kini sedang duduk berdua, menjemput senja dalam hujan. “Tidak, kau menghangatkan hari-hariku” jawabnya yang menatapku dengan tersenyum. “Kenapa kau ingin berteman denganku? Terus berkata -hai gue Dina, lo adnan kan?- beberapa kali” tanyaku yang sedikit tertawa. “Kau ini, aku jadi malu. Entahlah aku tertarik saja.” Jawabnya yang tersenyum malu. “Kau ingin menghangatkanku?” Tanyaku kembali menatapnya lebih dekat. Dia hanya mengangguk sedikit menjauhkan wajah cantiknya yang awalnya begitu dekat dengan wajahku. Aku kembali berkata “Jadilah teman hidupku, menjemput senja dalam hujan setiap hari.”

ADVERTISEMENT

Cerpen Karangan: Renita Melviany
Facebook: Renita melviany
Seorang penulis amatir yang punya cita-cita tinggi. By the way terimakasih telah membaca cerpenku ini, walau mungkin tak sebagus cerpen yang lain.

Cerpen Menjemput Senja Dalam Hujan merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Tak Memiliki

Oleh:
Di sore hari sabtu itu ketika aku di rumah hanya seorang diri, mama dan adikku pergi entah kemana sedangkan aku di rumah sendirian. Hari itu adalah hari ulang tahunku

Seribu Origami Untukmu

Oleh:
Hmmm… kutarik helai nafas panjang di pagi itu. Udara terasa sejuk saat mentari mulai mengedipkan sinarnya ke bumi. Saat itu pula aku berfikir bagaimana cara untuk memulai hari. Huuuhhh….

Miracle (Part 1)

Oleh:
Tak kusangka masih saja kudekap kedua lutut dan bertopang dagu selama 2 jam, ini benar-benar membuatku lelah. Aku hanya tak mengerti maksud dari bulir-bulir kata yang kupelajari saat ini.

Taman Dan Sepatu Roda Waktu Itu

Oleh:
Pagi ini aku sudah duduk di kelas, Ini adalah semester keduaku di kelas X Mia 2. Aku sibuk membaca novel tampa mempedulikan yang ada di sekitarku. “Hei!! Tifanny.” panggil

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *